REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pemerintah tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam penggunaan instrumen utang. Pernyataan Sri Mulyani merupakan respons terhadap polemik yang mencuat terkait posisi utang pemerintah yang mencapai Rp 4.034,8 triliun hingga akhir Februari 2018.
"Bagi mereka yang menganjurkan agar Pemerintah berhati-hati dalam menggunakan instrumen utang, maka anjuran itu sudah sangat sejalan dengan yang dilakukan Pemerintah. Langkah pengelolaan APBN dan penyesuaian memang dilakukan secara bertahap dan hati-hati, agar perekonomian tidak mengalami kejutan dan mesin ekonomi menjadi melambat," ujar Sri Mulyani melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (23/3).
Menkeu mengaku terus melakukan penyesuaian untuk mencapai tujuan pembangunan dan terus menjaga APBN tetap sehat, kredibel, dan berkelanjutan. Kebijakan itu, ujarnya, berhasil meningkatkan kepercayaan terhadap APBN dan perekonomian Indonesia yang dikonfirmasi oleh oleh peringkat layak investasi dari lima lembaga pemeringkat dunia.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengaku, Indonesia termasuk dalam kelompok negara yang memiliki undang-undang yang menjaga disiplin APBN dan konsisten menjalankannya. Hal itu ditunjukkan dengan kepatuhan terhadap besaran defisit dan rasio utang terhadap PDB.
Ia mengaku, pengelolaan APBN menghasilkan perbaikan dalam bentuk menurunnya imbal hasil Surat Utang Negara berjangka 10 tahun dari 7,93 persen pada Desember 2016, menurun menjadi 6,63 persen pada pertengahan Maret 2018. "Ini prestasi yang tidak mudah, karena pada saat yang sama justru Federal Reserve Amerika melakukan kenaikan suku bunga pada akhir Desember 2016, dan dilanjutkan dengan kenaikan suku bunga tiga kali pada tahun 2017," ujarnya.
Sri Mulyani mengatakan disiplin fiskal tidak berarti alergi terhadap instrumen utang. Menurutnya, pemerintah tetap menjaga instrumen tersebut sebagai salah satu pilihan kebijakan dalam mencapai tujuan pembangunan. Meski begitu, instrumen lain seperti pajak dan cukai serta penerimaan bukan pajak, instrumen belanja dan alokasinya, kebijakan perdagangan dan invetasi, kebijakan ketenagakerjaan, kebijakan pendidikan dan kesehatan, serta kebijakan desentralisasi dan transfer ke daerah tetap harus diperbaiki.
Sri mengaku akan terus berupaya meningkatkan efektivitas kebijakan, mempertajam berbagai prioritas kebijakan dan memperbaiki tata kelola serta proses perencanaan. Pemerintah, ujarnya, juga akan terus memerangi korupsi agar setiap instrumen kebijakan dapat menghasilkan dampak positif yang nyata dan cepat.
"Oleh karena itu, hanya menyoroti instrumen utang tanpa melihat konteks besar dan upaya arah kebijakan pemerintahan jelas memberikan kualitas analisis dan masukan yang tidak lengkap dan bahkan dapat menyesatkan," ujarnya.