Ahad 11 Mar 2018 19:05 WIB

Amerika akan Kaji Skema Gross Split Migas Indonesia

Skema gross split migas lebih menguntungkan pemerintah perusahaan migas.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Elba Damhuri
Arcandra tahar - Wamen ESDM
Foto: Republika/ Wihdan
Arcandra tahar - Wamen ESDM

REPUBLIKA.CO.ID  JAKARTA -- Kebijakan kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dari rezim fiskal dari Production Sharing Contract (PSC) berupa cost recovery menjadi gross split mendapat respons positif para akademisi di Amerika Serikat (AS). Bahkan, Baker Institute bakal menjadikan gross split sebagai kajian untuk kebijakan publik maupun dalam detail riset dan disertasi untuk program doktoral.

Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar, mengatakan setelah mendapatkan penjelasan mengenai gross split para akademisi di Baker Institute sangat antusias untuk melakukan kajian mendalam. Hal ini akan menjadi langkah penting untuk mendorong hadirnya sistem PSC yang lebih memberikan keadilan bagi pemerintah dan investor di dunia.

"Kita pernah memperkenalkan sistem cost recovery yang kemudian diadopsi oleh banyak negara. Hal yang sama sangat terbuka bagi sistem gross split yang sedang diperkenalkan pemerintah kepada investor, akademisi dan praktisi migas di dunia," kata Arcandra melalui keterangan tertulisnya, Ahad (11/3).

Baker institute adalah lembaga think-tank papan atas dan menempati peringkat pertama menurut survei pada 2017 sebagai salah satu lembaga bergengsi untuk pusat kajian energi di seluruh dunia. Lembaga ini didirikan oleh mantan menteri luar negeri US, James A Baker III, di awal era 1990an.

Dr Michael Maher, senior program advisor, Pusat Studi Energi Baker institute, yang menjadi moderator diskusi menyatakan, kajian tentang gross split akan menjadi tema penting di Baker Institute di masa datang. Arcandra Tahar juga menegaskan komitmen kementerian ESDM untuk memberikan dukungan penuh terhadap ide tersebut.

Wamen ESDM Arcandra Tahar selama dua hari 7-8 Maret melakukan kunjungan kerja ke sejumlah perusahaan minyak global di Houston AS seperti Conoco Philips, Chevron, British Petroleum (BP), Exxon Mobile dan Murphy Oil Corporation.

Arcandra menjelaskan, dalam setiap diskusi dengan para eksekutif perusahaan minyak global tersebut, mereka sangat antusias dan terkejut mendengar penjelasan mengenai berbagai perubahan yang lakukan kementerian ESDM. Terutama berkaitan dengan sistem PSC gross split.

"Saya puas mendengar tanggapan dan masukan dari para eksekutif minyak global terhadap pelaksanaan sistem gross split. Insya Allah lelang 26 wilayah kerja (WK) migas pada Februari lalu akan mendapat respons positif dari investor global," jelas Arcandra.

Sejak masuk ke kementerian ESDM, Arcandra memperkenalkan konsep gross split untuk bagi hasil migas menggantikan sistem bagi hasil lama (PSC). Jika pada PSC lama dengan konsep cost recovery, seluruh biaya investasi lapangan migas ditanggung pemerintah, maka pada gross split biaya itu menjadi beban perusahaan migas, yang biasa disebut sebagai kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).

Pada sistem PSC cost recovery, pemerintah mendapat bagian 85 persen dan KKKS 15 persen. Pembagian ini dihitung setelah mengurangi biaya investasi dan pengeluaran lain KKKS.

Sebaliknya, PSC gross split untuk minyak porsi pemerintah 57 persen sementara perusahaan migas 43 persen. Untuk gas bumi, porsi pemerintah 52 persen, perusahaan migas 48 persen.

Gross Split memiliki tiga prinsip utama yaitu kepastian, efisien dan sederhana. Dengan gross split investor akan memperoleh kepastian karena pembagian split dilakukan secara transparan dan terukur. Parameter jelas yaitu ditentukan berdasarkan karakteristik lapangan serta kompleksitas pengembangan dan produksi.

Skema gross split juga menciptakan efisiensi baik kepada pemerintah maupun investor. Karena biaya pengembangan blok menjadi tanggung jawab investor, maka investor harus mampu mengelola pembiayaan secara mandiri agar investasinya mendapatkan hasil optimal. Pemerintah juga tidak perlu mengeluarkan dana dari APBN untuk membiayai produksi migas.

"Gross split juga sederhana dari aspek persetujuan penganggaran, pengadaan, serta akuntabilitas. Pemerintah juga tidak perlu membuang banyak tenaga untuk melakukan pengawasan anggaran," ujar Arcandra.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement