REPUBLIKA.CO.ID,PADANG - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya menyetujui rencana pengembangan atau plan of development (POD) sumur gas di Blok Singkarak atau sekarang disebut Blok South West Bukit Barisan di Kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat.
Sumur Sinamar-1 yang sudah dieksplorasi oleh PT Rizki Bukit Barisan ditargetkan bisa berproduksi pada tahun 2018 ini. Diperkirakan, potensi gas yang dihasilkan sebesar 35 mmscfd atau setara dengan 210 Mega Watt (MW) listrik.
Pengawas Internal Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Taslim Yunus, mengungkapkan bahwa sejak Desember 2017 lalu pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Sijunjung selaku pemegang kuasa atas wilayah kerja (WK) yang ditawarkan. Dari segi teknis, lanjut Taslim, Kementerian ESDM telah menerima seluruh kajian termasuk perhitungan nilai keekonomian yang ada.
Bahkan menurutnya, PT Rizki Bukti Barisan sudah menandatangani nota kesepemahaman (MoU) dengan PT PLN yang akan berperan sebagai offtaker atau pembeli gas yang dihasilkan Sumur Sinamar-1. PLN akan menyediakan pembangkit dekat dengan mulut sumur untuk menekan biaya produksi listrik.
"Tapi sepertinya ini belum masuk rencana induk PLN. Nanti coba dimasukkan gas Sinamar-1 dalam rencana induk," ujar Taslim saat mendampingi Komisi VII DPR dalam kunjungan kerjanya ke Sumatra Barat, Senin (19/2).
SKK Migas mencatat, terdapat tiga WK migas yang berada di Sumatra Barat. Selain Blok Singkarak atau sekarang disebut Blok South West Bukit Barisan, Kabupaten Sinjunjung juga menawarkan WK nonkonvensional dengan kandungan gas metana batubara atau coal bed methana (CBM). Potensi CBM di Sijunjung, ujar Taslim, pernah dibuktikan melalui pengeboran eksplorasi namun secara komersil belum dihitung. Satu WK lagi yang belum dieksplorasi terletak di perbatasan antara Sumbar dan Riau.
Sementara itu Direktur Bisnis Regional Sumatera PT PLN (Persero), Wiluyo Kusdwiharto, menyebutkan bahwa pada prinsipnya pihaknya tidak keberatan untuk membangun unit pembangkit listrik di dekat mulut sumur atau wellhead Sinamar-1. Namun, katanya, PLN harus memastikan load factor atau faktor beban. Komponen ini menunjukkan beban listrik di sekitar pembangkit memang tinggi atau tidak.
"Jangan sampai bangun pembangkit malah tidak bisa dijual (listriknya). Tapi kami akan sesuaikan hal ini," kata Wiluyo.
Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno (IP) menambahkan, pihaknya terus berkomunikasi dengan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar terkait rencana eksploitasi Blok Bukit Barisan. Menurutnya, urusan yang mengganjal saat ini hanya masalah teknis saja, termasuk kesepakatan penentuan harga jual gas antara operator lapangan dan PLN selaku pembeli.
"Karena perlu ada teknologi yang harus dipakai agar eksploitasinya feasible," kata IP.
Perjalanan eksplorasi blok migas di Sumatra Barat sebetulnya sudah dimulai sejak tiga dekade lalu. Cekungan Ombilin sendiri telah dipelajari sejak produksi batu bara di Sawahlunto dilakukan. Medio 1980-an, PT Caltex Pacific Indonesia yang sudah berproduksi di Riau menemukan potensi gas di pesisir barat Sumatra, termasuk di Blok Batur yang kemudian dikenal dengan Blok Singkarak dan kini menjadi Blok South West Bukit Barisan.
IP menyebutkan, sejak potensinya direkam pada 1982, kegiatan eksplorasi dan eksploitasi belum bisa dilakukan lantaran dinilai tidak ekonomis dan //feasible//. Bentuk muka bumi bagian barat Sumatra memang diakui sulit untuk dilakukan eksplorasi dan eksploitasi.
"Pantai barat memang costly, mahal. Sehingga yang dikembangkan yang dipantai timur karena daerahnya yang datar sehingga biaya murah," katanya.
Irwan juga mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Sijunjung yang koordinatif dalam melakukan pembebasan lahan. Sejak Wilayah Kerja (WK) lapangan migas di Sijunjung ditawarkan oleh Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), pemda memang sudah 'ancang-ancang' untuk melakukan pengadaan lahan. Pembelian juga sudah dilakukan terhadap tanah ulayat masyarakat.
"Target yang diminta untuk migas ada 3 titik, namun yang baru bisa di eksploitasi baru satu," kata Irwan.
Ia berharap keberadaan investasi migas di Sumatra Barat bisa mendorong investor lainnya untuk menanamkan modalnya. Meski begitu, Irwan menyadari ada pekerjaan rumah yang masih harus dilakukan yakni sosialisasi kepada masyarakat.