Rabu 14 Feb 2018 19:21 WIB

Analis Dukung Yusuf Mansyur Akuisisi Bank Muamalat

Selama ini Yusuf Mansyur membuat inovasi seperti mendirikan Paytren Aset Manajemen.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Budi Raharjo
Aktivitas perbankan di Bank Muamalat, Jakarta, Kamis (28/9).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Aktivitas perbankan di Bank Muamalat, Jakarta, Kamis (28/9).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Buntut gagalnya Minna Padi sebagai pembeli siaga (stand by buyer) right issue saham Bank Muamalat Indonesia (BMI), sejumlah investor dikabarkan berencana menjadi penggantinya. Salah satunya Ustaz Yusuf Mansyur dengan cara mobilisasi dana umat melalui Paytren Asey Manajemen (PAM).

BMI telah berencana menerbitkan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HEMTD) atau rights issue sebanyak 80 miliar lembar saham atau senilai Rp 4,5 triliun. Sebelumnya Minna Padi telah melakukan penandatanganan perjanjian jual beli bersyarat (CSSA) dengan BMI pada September 2017.

 

Namun, dalam perkembangannya CSSA belum disepakati sampai batas berakhirnya tanggal 31 Desember 2017. Alhasil, Minna Padi gagal menjadi stand by buyer Bank Muamalat.

Analis Pasar Modal, Satrio Utomo, menyatakan berpandangan positif terhadap rencana Ustaz Yusuf Mansyur untuk membeli saham Bank Muamalat. Sebab, selama ini Ustaz Yusuf Mansyur membuat inovasi-inovasi baru, seperti mendirikan Paytren Aset Manajemen.

"Jangan bilang tidak mungkin untuk Ustaz Yusuf Mansyur. Beliau kan belum bilang mau beli berapa persen, semuanya belum tentu juga," ujarnya saat dihubungi Republika, Rabu (14/2).

Namun, menurutnya, rencana tersebut masih tahap awal. Ustaz Yusuf Mansyur perlu menetapkan ingin membeli berapa persen saham yang bakal diterbitkan oleh Bank Muamalat melalui rights issue.

Satrio menilai, kalau Ustaz Yusuf Mansyur masuk menjadi investor Bank Mualamat, maka dimungkinkan adanya inovasi-inovasi baru. "Tapi problemnya kan sebenarnnya seberapa besar dan apakah Ustaz Yusuf Mansyur kalau beliau menjadi pemegang saham tidak mayoritas pengaruhnya tidak signifikan apakah mau. Tapi kalau mau mayoritas ya beliau akan butuh dana besar," imbuhnya.

Karenanya, dia menilai, Ustaz Yusuf Mansyur perlu membuat arranging untuk memperoleh dana sebesar Rp 4,5 triliun. Jika tidak, Ustaz Yusuf Mansyur perlu mencari dana dari luar negeri atau mengumpulkan dama umat.

Menurutnya, Bank Muamalat memang dalam kondisi butuh modal. Saat ini, industri perbankan syariah masih bagus dan memiliki prospek yang bagus. Namun, melihat kondisi negara-negara Islam terutama penghasil minyak masih belum bagus. Sebab, harga minyak masih di kisaran 50 dolar AS sampai 70 dolar AS per barel. Hal itu juga berdampak pada kondisi dalam negeri.

Jika Ustaz Yusuf Mansyur masuk ke Bank Muamalat melalui PAM, lanjutnya, harus bisa membuktikan memiliki modal Rp 4,5 trilium. Jika tidak memiliki Rp 4,5 triliun, kemungkinnan Yusuf Mansyur akan mencoba membuat skema agar dapat masuk ke Bank Muamalat.

"Bisa jadi PAM hanya vihecle, nanti siapa yang akan masuk ke Bank Muamalat, duitnya dari mana, dalam atau luar negeri, atau ada orang kuat di Indonesia mau biayai dia. Karena Rp 4,5 triliun bukan jumlah kecil, meski kalau dari size bank tersebut tidak terlalu besar," ucap Satrio.

Satrio menambahkan, Ustaz Yusuf Mansyur juga harus bersiap-siap dalam proses pengajuan izin di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebab, OJK sangat teliti dan akan melihat track record perusahaan yang akan menjadi investor bank.

"Ustaz Yusuf Mansyur harus membuktikan punya uang untuk beli saham Bank Muamalat. Dia kreatif dan network-nya kuat, tapi apakah ada yang mau dalam kondisi ekonomi seperti ini. Kalau pengusaha lokal ada yang mau beli Rp 4,5 triliun, saya kira akan membentuk konsorsium," terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement