Senin 12 Feb 2018 16:36 WIB

Industri Keuangan Wajib Laporkan Informasi Keuangan ke DJP

Ditjen Pajak akan membuat sistem pelaporan yang tak memberatkan industri keuangan.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Budi Raharjo
Seorang pria melintasi layar elektronik pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. (ilustrasi)
Foto: Akbar Nugroho Gumay/Antara
Seorang pria melintasi layar elektronik pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tengah menyiapkan sistem keterbukaan informasi untuk kepentingan perpajakan (Automatic Exchange of Information/AEoI) di level domestik. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) nomor PER-04/PJ/2018 yang merupakan aturan turunan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 73 tahun 2017, industri keuangan dan pasar modal sudah mulai melakukan tahapan pendaftaran ke DJP sejak awal Februari 2018.

Dirjen Pajak Robert Pakpahan mengaku, saat ini terus melakukan sosialisasi salah satunya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Ya supaya mulus kami bicara dengan OJK untuk menggunakan sistem yang tidak memberatkan perbankan," ujar Robert di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (12/2).

Tak hanya itu, Robert mengaku akan terus menjalin komunikasi dengan perbankan. Hal itu guna menyukseskan program tersebut. "Kita bicara terus dengan Himbara (Himpunan Bank Negara) dan Perbanas (Perhimpunan Bank Nasional). Tidak ada yang buru-buru. Masih banyak waktu," ujar Robert.

Setelah melalui proses pendaftaran, mulai April 2018, industri keuangan wajib menyampaikan laporan informasi keuangan kepada DJP. Sesuai dengan PMK nomor 73 tahun 2017, tidak semua data nasabah dilaporkan ke DJP. Data yang dilaporkan hanya nasabah dengan saldo melebihi Rp 1 miliar. Sementara, program AEoI yang melibatkan perbankan internasional baru akan dimulai pada September 2018.

Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan DJP Yon Arsal mengaku, saat ini terus dilakukan penyiapan infrastruktur untuk menyambut keterbukaan akses informasi perbankan. Yon mengaku, seperti halnya data dari pihak ketiga lainnya yang diterima DJP, kerahasiaan tetap diutamakan. "Treatment-nya sama. Kerahasiaan ya harus dijaga," ujar Yon.

Yon mengaku, data dari perbankan akan membantu kerja aparat pajak dalam meningkatkan kepatuhan. Ia mengatakan, data tersebut akan dicocokkan dengan laporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan masing-masing nasabah. "Kami yakin data ini dapat dijadikan alat utama untuk meningkatkan kepatuhan," kata Yon.

Yon mengaku, keterbukaan informasi perbankan bisa mendongkrak penerimaan dari sektor Pajak Penghasilan (PPh).

"Yang berdampak langsung ya PPh, artinya dari jumlah saldo tabungan, itu kan bisa kita lihat. Tapi ke PPN (Pajak Pertambahan Nilai) juga bisa," ujar Yon.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement