REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Produsen baja nasional PT Krakatau Steel (Persero) Tbk menargetkan volume penjualan baja sebesar 2,8 juta ton. Angka tersebut naik dibanding tahun 2017 sejalan dengan meningkat kebutuhan baja domestik.
"Pada tahun 2016 kebutuhan baja dalam negeri mencapai 12,7 juta ton, meningkat rata-rata 1 juta ton per tahun. Kebutuhan ini diproyeksikan akan terus meningkat pada tahun mendatang," kata Corporate Secretary PT KS Suriadi Arif, di Jakarta, Rabu (24/1).
Suriadi menjelaskan pada tahun 2016, harga baja mulai mengalami perbaikan, kondisi ini terus berlanjut pada 2017. "Situasi kenaikan harga baja yang membaik secara signifikan sejak dua tahun terakhir, kami optimistis untuk terus memperbaiki kinerja secara berangsur," ujarnya.
Ia menjelaskan, berbeda dengan periode sebelumnya sejak 2011 hingga 2015 harga baja merosot. "Pada Desember 2017 harga HRC CFR domestik sudah mencapai 562 dolar AS per metrik ton, naik tajam 260 persen dari Desember 2015 hanya mencapai 216 dolar AS per metrik ton," ujarnya.
Meski begitu, kondisi pasar baja global dengan harga yang fluktuatif, juga berdampak kepada harga baja domestik yang cenderung tidak stabil. Pada 2012-2015, harga baja domestik terus menurun. Harga pada 2015 hanya mencapai 62 persen dibanding harga pada 2012.
Selain terpengaruh harga baja global yang menurun, produsen baja domestik juga mengalami tekanan dari tinggi biaya energi seperti gas dan listrik. Untuk menjaga keseimbangan tersebut produsen baja Krakatau Steel melakukan pola operasi dengan menerapkan strategi "make or buy".
Suriadi Arif menambahkan, dalam struktur biaya produksi, biaya bahan baku merupakan porsi biaya terbesar diikuti oleh biaya energi (gas alam dan listrik).
Dengan semakin mahal biaya energi di dalam negeri dan adanya sumber bahan baku (slab dan billet) impor yang lebih kompetitif, maka perusahaan mengambil langkah strategis yaitu menerapkan "Make or Buy Strategy" khusus untuk pengadaan bahan baku semi-finished product berupa slab sebagai bahan baku utama di Hot Strip Mill (HSM) dan Billet sebagai bahan baku di Wire Rod Mill (WRM).
Melalui strategi ini dapat ditempuh pembelian slab dan atau billet dari sumber impor dengan mengurangi produksi sendiri dan atau sebaliknya.