Selasa 23 Jan 2018 04:09 WIB

Pengamat Nilai Denda Truk Overload Harus Tinggi

Denda tinggi bukan sebagai kompensasi tapi menjadi efek jera

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Budi Raharjo
Truk penuh muatan. (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
Truk penuh muatan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai denda truk bermuatan lebih atau overload memang harus tinggi. Hal tersebut terkait rencana Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang akan merevisi regulasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan meninggikan denda tilang sebagai efek jera.

Djoko mengakui ia setuju jika pemerintah tengah merencanakan hal tersebut. "Denda diupayakan setinggi mungkin bukan sebagai kompensasi tapi sebagai efek jera," kata Djoko kepada Republika, Senin (22/1).

Jika pemerintah berencana menaikan denda minimal menjadi sekitar satu juta rupiah, Djoko menganggap angka tersebut tepat karena lumayan tinggi. Meskipun begitu, Djoko meminta pemerintah harus tetap mengevaluasi.

Terutama jika ketentuan perubahan tersebut tidak memberikan efek jera. "Jika nantinya yang melanggar tetap ada yang sanggup bayar bisa dinaikan lagi," jelas Djoko.

Selain menaikkan denda minimal, Djoko menyarankan pemerintah bisa menerapkan batas kecepatan kendaraan barang. Dia mengatakan soal batasan kecepatan tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 111 Tahun 2015.

Dalam aturan tersebut, diatur batas kecepatan paling rendah 50 sampai 80 kilometer perjam sesuai jenis hambatan jalan. "Kalau kurang dari kecepatan itu ditilangs saja. Truk bermuatan lebih, rata-rata 40 kilometer per jam jalannya," tutur Djoko.

Dengan menerapkan pembatasan kecepatan tersebut, dia menilai akan ada keuntungan lain yang didapatkan. Menurutnya industri truk akan membaik dan kendaraan yang rusak sudah tidak akan digunakan lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement