REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB) Prima Gandhi mempertanyakan impor beras yang dilakukan pemerintah. Terutama mengapa melakukan impor beras khusus jika tujuannya untuk mengendalikan harga beras medium. "Untuk apa impor khusus?" ujar dia melalui siaran pers, Jumat (12/1).
Menurutnya, kejanggalan harga beras terjadi pada awal 2018 salah satunya di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC). Data daring yang dikeluarkan PIBC pada 3 Januari 2018, beras termurah dikenal beras masih di harga Rp 7.800 per kg stabil sejak 9 November hingga 3 Januari 2018. "Tapi tiba-tiba pada tanggal 3 hingga 4 Januari naik tinggi Rp 8.400. Setelah itu pada 5 hingga 8 Januari menjadi Rp 8.800, terus tanggal 9 hingga 12 Januari menjadi Rp 8.900 per kg," ujar Gandhi.
Sementara itu, stok beras harian PIBC pada periode tersebut berada di atas normal yaitu berkisar 32.001 ton hingga 47.013 ton. Artinya pasokan tidak ada masalah tapi harga naik. "Justru ini sumber masalahnya," tegas dia.
Menurutnya, solusi yang ditempuh adalah pengendalian harga, bukan impor. Gandhi pun mengusulkan agar harga beras medium dikendalikan dengan beberapa cara. Pertama, operasi pasar secara masif bukan setengah hati. Kedua, percepat penyaluran beras rastra untuk bulan Januari ini. Ketiga, perlancar arus distribusi dan logistik beras dengan intensifkan Satgas Pangan. "Keempat, tidak perlu impor karena momentumnya tidak tepat," tegasnya.