Kamis 04 Jan 2018 17:02 WIB

2018, Apa Penyebab IHSG Diproyeksi di Kisaran 6.050-6.550?

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Budi Raharjo
Karyawan melintas di bawah monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (19/12). IHSG kembali mencetak rekor tertinggi baru sepanjang masa dengan ditutup naik 33,70 poin atau 0,55 persen sehingga menjadi 6.167,67 setelah sebelumnya juga sempat rekor di level 6.113,653 pada Kamis 14 Desember 2017.
Foto: Sigid Kurniawan/Antara
Karyawan melintas di bawah monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (19/12). IHSG kembali mencetak rekor tertinggi baru sepanjang masa dengan ditutup naik 33,70 poin atau 0,55 persen sehingga menjadi 6.167,67 setelah sebelumnya juga sempat rekor di level 6.113,653 pada Kamis 14 Desember 2017.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Indeks harga saham gabungan (IHSG) diproyeksi akan berada di kisaran 6.050-6.550 pada 2018 ini. Tren koreksi masih akan mewarnai pasar saham nasional tahun ini.

Analis Danareksa Sekuritas Lucky Bayu Purnomo mengatakan, target indeks optimal akan berada di level 6.550 dan terendah 6.050 dengan target terdekat 6.178. Lucky menyatakan, pasar saham pada 2018 ini masih menunjukkan tren koreksi.

Ada tiga faktor yang ia lihat memengaruhi. Pertama harga minyak dunia sudah cukup tinggi yakni 60 dolar AS per barel. Itu akan memengaruhi Indonesia sebagai nett-importer.

Ke dua, angka pertumbuhan ekonomi terbaru sebesar 5,06 persen. Di era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar lima persen. Padahan Bank Dunia dan IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,2-5,3 persen.

''Selama pertumbuhan PDB Indonesia berada di kisaran lima persen pasar masih sulit mengapresiasi indeks karena kondisi makro belum memadai. Keculai kalau pertumbuhan mencapai 5,2-5,3 persen,'' ungkap Lucky, Kamis (4/1).

Ke tiga, kinerja emiten berdasarkan sektor. Perbankan yang pada 2017 tumbuh sekitar 33 persen atau mencapai titik tertingginya. Dengan begitu, potensi koreksi di sektor perbankan dapat mendorong investor untuk membatasi agresifitas investasinya.

Belum lagi bila kondisi politik global memanas. Bila itu terjadi, negara berkembang seperti Indonesia akan dapat sentimen positif. Saat negara maju seperti Korea Selatan dan AS mengarah pada ketegangan militer, pasar akan mencari instrumen di negara maju.

Namun, saat AS dan Korea resisten, aliran dana masuk ke Indonesia juga bisa resisten karena ada Pilkada 2018 yang jadi potret Pilpres 2019. ''Ini akan membuat pasar bergerak ketat, tidak terlalu agresif dalam mengambil keputusan investasi,'' kata Lucky.

Ia merekomendasikan saham-saham di beberapa sektor untuk dibeli yakni saham sektor konsumsi seperti Indofood Sukses Makmur dan Indofood CBP Sukses Makmur. Saham sektor perdagangan, jasa, dan investasi seperti Mitra Adi Perkasa, Media Nusantara Citra, dan Matahari Departemen Store.

Saham sektor pertambangan yakni Indika Energi, PP Properti, Adaro Energi, Bukit Asam (Persero), Timah (Persero), dan Krakatau Steel (Steel). Serta saham-saham infrastruktur seperti Karya (Persero), Pembangunan Perumahan (Persero), Telekomunikasi Indonesia, dan saham sektor lain seperti Indospring.

Sementara itu, saham-saham yang direkomendasikan dilepas adalah Adhi Karya (Persero), Pakuwon Jati, Ramayana Lestari Sentosa, BTN, BCA, BNI, Mandiri, BRI, dan Bumi Resource.

Bursa Efek Indonesia mencatat, pekan pertama Januari 2017 IHSG ditutup di level 5.347,02. Pada medio Maret 2017, IHSG mencetak rekor penutupan tertinggi di level 5.540,43. Pada awal April 2017, IHSG menembus level psikologis dengan naik ke level 5.676,98 atau menguat 7,18 persen sejak awal 2017.

IHSG terus melaju menuju angka 6.000. Menjelang akhir Oktober 2017, IHSG benar-benar melampaui angka psikologis tersebut dengan ditutup pada level 6.025,43 atau menguat 13,76 persen sejak awal 2017. Di akhir kuartal empat 2017 di hari terakhir bursa pada 29 Desember 2017, IHSG ditutup di level tertingginya, 6.355,65.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement