REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2017 dinilai stagnan. Sejumlah faktor yang mendorong stagnasi pertumbuhan ekonomi, salah satunya yakni perlambatan konsumsi rumah tangga.
"Tahun 2017 proyeksi pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya mencapai 5,05 persen. Itu artinya pertumbuhan ekonomi mengalami stagnasi karena angkanya hampir sama dengan tahun sebelumnya yakni 5,02 persen," ujar Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (25/12).
Bhima mengatakan, konsumsi rumah tangga yang merupakan motor utama pertumbuhan ekonomi tumbuh tetapi melemah di bawah 5 persen secara kuartalan. Hal itu ditunjukkan oleh tutupnya beberapa gerai ritel dan tren masyarakat kelas atas menunda belanja.
Selain itu, Bhima mencatat, kontribusi belanja pemerintah yang sebesar sembilan persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) belum maksimal. "Karena realisasi belanja pemerintah tertunda di awal tahun membuat stimulus fiskal terhambat," ujarnya.
Bhima mencatat, kinerja positif di sektor investasi. Meski begitu, ia mengaku pertumbuhan realisasi investasi asing dari Januari hingga September hanya tumbuh 7,9 persen.
Selain itu, kinerja ekspor juga berhasil tumbuh 17 persen dari Januari hingga November 2017. Hal itu didorong oleh pemulihan harga komoditas seperti batubara dan minyak kelapa sawit. "Tapi perlu dicermati impor juga tumbuh di kisaran 15 persen. Akhirnya ekspor neto hanya tumbuh 2 persen," ujarnya.
Bhima menilai, stagnasi perekonomian disumbang oleh besarnya anggaran untukpembangunan infrastruktur yang mencapai 18,6 persen dari total belanja APBN 2017. "Ini belum efektif ciptakan lapangan kerja dan produktivitas industri manufaktur," ujarnya.