Kamis 14 Dec 2017 15:20 WIB

Generasi Milenial Banyak Berinvestasi di Fintech Amartha

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Gita Amanda
 Founder dan CEO PT. Amartha Mikro Fintek, Andi Taufan Garuda Putra memberikan penjelasan mengenai aplikasi Fintek peminjaman uang kepada redaksi Harian Republika saat melakukan pertemuan di Gedung Harian Republika, Jakarta, Selasa (14/2).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Founder dan CEO PT. Amartha Mikro Fintek, Andi Taufan Garuda Putra memberikan penjelasan mengenai aplikasi Fintek peminjaman uang kepada redaksi Harian Republika saat melakukan pertemuan di Gedung Harian Republika, Jakarta, Selasa (14/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Layanan teknologi finansial (fintech) dinilai merupakan investasi yang menjanjikan. Sebab, layanan fintech yang menyasar kalangan unbankable masih memerlukan banyak permodalan dan memiliki potensi yang besar khususnya di Indonesia.

CEO dan Founder PT Amartha Mikro Fintek, Andi Taufan Garuda, menjelaskan dengan masih sedikitnya perusahaan fintech mikro, dan banyaknya masyarakat yang butuh akses permodalan, maka ia menilai berinvestasi di fintech mikro sangat menjanjikan. Di Amartha, secara historical dalam setahun ini imbal hasil yang diperoleh oleh investor yaitu sebanyak 15 persen.

"Kebanyakan investor ritel atau perorangan yang menempatkan dana di Amartha. Sekitar tiga juta rupiah hingga Rp 100 juta ke berbagai segmen pelaku usaha mikro," ujar Taufan di Jakarta, Kamis (14/12).

Menurut Taufan, kebanyakan investor merupakan generasi milenial yang sudah sangat familiar dengan internet. Dari sebanyak Rp 200 miliar dana yang disalurkan, mayoritas merupakan dana dari investor generasi milenial.

Ke depannya ia akan mendorong agar investor dengan usia matang yang biasa berinvestasi di produk keuangan lainnya juga ikut berinvestasi di Amartha.

"Karena return-nya lebih menarik. Secara historical rata-rata 15 persen setahun ini. Lebih menarik dibandingkan deposito, obligasi ataupun saham," kata Taufan.

Anggota Dewan Komisaris PT Amartha Mikro Fintek dan juga Managing Partner Lynx Asia Partners, Djamal Attamimi mengatakan, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mayoritas sebesar 49 juta Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dinilai masih unbanked dan membutuhkan akses permodalan.

Melalui layanan fintech peer to peer (P2P) micro lending inilah, para pengusaha UMKM yang unbanked bisa mendapatkan akses keuangan berupa pinjaman dari investor.

"Inilah mengapa, perusahaan P2P micro lending seperti Amartha terlihat begitu menarik. Amartha sungguh dapat menjadi jenis aset (asset class) investasi baru yang potensial," ujar Djamal.

Menurut Djamal, selain menawarkan profit yang menarik, lebih tinggi dari layanan konvensional lain yang sudah ada, Amartha juga mengupayakan agar para investor dapat merasakan transparansi dalam berinvestasi.

Amartha mengembangkan sistem skor kredit berdasarkan pendekatan psikometri untuk menilai kelayakan calon peminjam dan mengetahui riwayat pinjaman mereka.

"Skor kredit ini dapat dilihat oleh investor, sehingga mereka dapat memilih secara langsung calon peminjam yang akan didanai sesuai profil usaha dan mempertimbangkan risiko yang diambil. Selain itu, informasi angsuran juga dapat dipantau secara online dan imbal hasil yang tersedia bisa ditarik dengan mudah," jelasnya.

Namun, memang saat ini masih lebih banyak investor dari generasi milenial. Menurut Djamal, karena generasi tua masih konservatif dan belum terlalu familiar dengan internet.

"Tapi ke depannya menurut saya mereka akan masuk kesini. Mereka berani ambil risiko di saham, obligasi dan lainnya. Jadi seharusnya mereka berani ambil risiko berinvestasi di produk lain," kata Djamal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement