Ahad 19 Nov 2017 15:44 WIB

OJK: Fintech Bisa Selamatkan UMKM dari Masalah Modal

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Dwi Murdaningsih
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso
Foto: Republika/Yasin Habibi
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso

REPUBLIKA.CO.ID,  PADANG - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) semakin menyeriusi pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Sebagai salah satu mesin penggerak ekonomi Indonesia, pertumbuhan UMKM patut digenjot dengan berbagai kemudahan, termasuk akses permodalan. Ketua OJK Wimboh Santoso menyebutkan, permasalahan UMKM tersarikan ke dalam dua hal yakni permodalan dan pemasaran.

Wimboh mengungkapkan bahwa dari sisi aspek pemodalan, ganjalan pelaku UMKM adalah akses terhadap fasilitas perbankan yang belum terbuka dan literasi keuangan yang belum memadai. Sementara dari aspek pemasaran, lanjutnya, UMKM butuh biaya yang tidak sedikit untuk memasarkan produk UMKM secara luas.

OJK memandang bahwa kedua ganjalan yang dihadapi pelaku UMKM sebetulnya bisa diringankan oleh insentif dari pemerintah. Apalagi melihat peran UMKM terhadap PDB nasional sebesar 57,6 persen. Tak hanya itu, UMKM menyerap tenaga kerja sekitar 96,7 persen dari total pekerja di Indonesia.

"Dua kali krisis besar Indonesia membuktikan UMKM resilient terhadap gejolak ekonomi," kata Wimboh di Universitas Andalas, akhir pekan ini.

Bagi permasalahan nomor satu, yakni akses permodalan, OJK menilai ada solusi terjitu yang bisa 'menyelamatkan' keberlangsungan UMKM khususnya di daerah. Wimboh menyebutkan, seiring dengan kemajuan teknologi informasi, akses pembiayaan UMKM terbantu dengan hadirnya platform pembiayaan digital seperti fintech peer to peer lending.

OJK, lanjut Wimboh, menyadari bahwa proses penyediaan pembiayaan melalui sektor jasa keuangan tradisional seperti perbankan yang umumnya cukup kompleks, karena perbankan juga harus memperhatikan aspek prudensial. Kondisi ini justru bisa diatasi oleh fintech peer to peer lending. Menurutnya, debitur yang unbankable dapat memanfaatkan jasa penyedia platform pinjam meminjam berbasis teknologi untuk memperoleh pinjaman demi mengembangkan bisnis UMKM.

"Semuanya sangat mudah dan cepat," katanya.

OJK sendiri telah mengeluarkan peraturan terkait pinjam meminjam berbasis teknologi di mana di dalamnya OJK mengatur berbagai persyaratan, perizinan, hingga pengawasan terhadap lembaga penyedia platform peer to peer lending (POJK Nomor 77 Tahun 2016). Bahkan OJK juga berniat bekerjasama dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia, untuk mengembangkan Fintech di Indonesia.

"Termasuk yang ada dalam rencana kita adalah membangun Fintech Center," ujar Wimboh.

Sebetulnya selain melalui Fintech, fasilitas lain yang sudah dicoba diberikan pemerintah adalah bantuan wirausaha pemula dari Kementerian Koperasi dan UKM, serta bantuan pinjaman Lembaga Penyedia Dana Bergulir untuk UMKM. Pembiayaan juga bisa didapat melalui program pengembangan kapasitas usaha dari PT Permodalan Nasional Madani dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dari BUMN. Tak hanya itu, Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga digelontorkan.

"Tapi masalah lainnya adalah penyebaran jaringan lembaga jasa keuangan formal yang tidak merata, struktur geografis dan populasi yang tersebar dan literasi keuangan yang rendah," jelas Wimboh.

Catatan OJK, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 59,3 juta unit usaha atau 99,9 persen dari jumlah unit usaha yang ada. Bahkan, 15,7 persen ekspor Indonesia dikontribusikan oleh produk UMKM.

Meski fintech akan didorong, Wimboh mengatakan bahwa bukan berarti sektor UMKM hanya semata-mata memanfaatkan Fintech peer to peer lending sebagai sumber pembiayaan. OJK, lanjutnya, tetap mendorong penyediaan outlet pembiayaan UMKM melalui beragam saluran termasuk dari sektor jasa keuangan tradisional seperti perbankan. Menurutnya, ketersediaan sumber pembiayaan UMKM yang beragam tentu akan memberikan alternatif bagi UMKM dalam mengembangkan usahanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement