REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, tren digital telah mengubah beberapa industri. Maka tidak menutup kemungkinan mengubah industri keuangan.
Apalagi kini telah banyak bermunculan financial technology (fintech). "Teknologi digital telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat sehari-hari," ujar Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida di Menara Merdeka, Jakarta, Selasa, (31/10).
Ia menjelaskan, fintech pun bisa mendorong inklusi keuangan. "Kami mendorong agar dapat diarahkan untuk mengisi kekosongan layanan keuangan formal pada segmen-segmen yang belum mendapat layanan keuangan formal," tutur Nurhaida.
OJK juga mencatat saat ini terdapat lebih dari 150 perusahaan fintech di Indonesia. Baik yang bergerak dengan model bisnis Peer to Peer Lending, equity crowdfunding, insurTech, RoboAdviser, dan lainnya.
Nurhaida menilai, pergeseran perilaku masyarakat pada aspek layanan digital. Lalu ditambah penetrasi pengguna internet dan smartphone yang tinggi telah memicu pesatnya perkembangan fintech di Tanah Air.
"Potensi yang bisa digarap oleh fintech sangat besar terutama dalam mendukung program inklusi keuangan yang menjadi salah satu mandat ke OJK. Kami dorong kolaborasi dan sinergi antara fintech, lembaga jasa keuangan incumbent, serta menyediakan layanan dasar digital," jelas Nurhaida.
Dukungan OJK pada perluasan fintech, kata dia, sejalan dengan program Presiden Joko Widodo untuk menjadikan Indonesia negara 'Digital Economy' terbesar di Asia Tenggara pada 2020. Hal itu melalui beberapa keputusan dan program pemerintah. Di antaranya Strategi Nasional Keuangan Inklusi, perpres ecommerce, dan program sejenis.
"Pemerintah ingin memanfaatkan momentum bonus demografi angkatan muda produktif Indonesia yang akan mencapai puncaknya pada 2020. Potensi ini harus kita manfaatkan sebaik-baiknya melalui keuangan digital atau fintech," tuturnya.