REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil penelitian yang dilakukan Institute for Development Economics and Finance (Indef) menemukan ada korelasi yang kuat antara paten dan pertumbuhan ekonomi.
Ekonom Indef Berly Martawardaya mengungkapkan, setiap 1 persen kenaikan jumlah paten yang terdaftar berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 0,06 persen. Artinya, jika Indonesia mampu menaikkan jumlah paten menjadi 10 persen saja, maka pertumbuhan ekonomi nasional bisa lebih tinggi 0,6 persen. Karenanya, Berly mengatakan, pemerintah perlu mendorong peningkatan jumlah paten demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
"Kelihatannya kecil 0,6 persen. Tapi ingat bahwa sudah tiga semester terakhir rata-rata pertumbuhan kita stagnan di 5,01 persen," ucap Berly, dalam diskusi publik yang digelar Indef, Rabu (27/9).
Indonesia sendiri saat ini berada pada urutan ke 87 dalam Indeks Inovasi Global. Jauh tertinggal dibanding Malaysia (ranking 37) dan Vietnam (ranking 47). Sementara, jika dilihat dari jumlah paten, Indonesia berada di urutan ke 103 dari 127 negara. Berly memandang, persoalan inovasi dan paten ini mendesak karena keduanya menjadi kunci pertumbuhan ekonomi.
Indef menemukan ada sejumlah faktor yang menghambat tumbuhnya inovasi di Indonesia. Mulai dari regulasi yang kurang mendukung, kualitas SDM hingga anggaran riset yang kecil. Dalam hal riset misalnya, belanja riset Indonesia hanya 0,2 persen dari PDB selama dua tahun terakhir. Padahal, belanja riset negara-negara ASEAN lain sudah mencapai 2,5 persen.
Berly mengatakan, yang perlu dilakukan Indonesia untuk mendorong peningkatan paten adalah pemberian insentif dari pemerintah. Sebab, berkaca pada pengalaman negara lain yang unggul dalam inovasi seperti Jepang dan Korea Selatan, mereka berhasil mendorong pertumbuhan paten dengan pemberian insentif.
Karenanya, Berly mengusulkan agar pemerintah juga memberikan insentif, misalnya berupa pemotongan pajak bagi perusahaan yang berhasil membuat paten inovatif melalui tax allowance, potongan pajak 100 persen untuk biaya riset, atau skema-skema insentif lain. "Bahkan kalau di Singapura itu biaya riset bisa di-reimburse ke pemerintah."
Selain insentif, Berly juga mengatakan prosedur pendaftaran dan biaya paten juga perlu dipermudah. Sebab, jika proses pembuatan paten masih lama dan mahal, maka hal itu bisa menimbulkan keraguan bagi perusahaan teknologi yang berniat investasi di Indonesia.