REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat sore (8/9), bergerak menguat sebesar 128 poin menjadi Rp 13.182 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp 13.310 per dolar Amerika Serikat (AS).
Analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong mengatakan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) dinilai pelaku pasar masih kesulitan untuk menaikan suku bunga acuannya menyusul laju inflasi yang cenderung melambat, menjadi salah satu faktor utama yang menekan dolar AS terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah.
"Mata uang regional seperti baht Thailand, ringgit Malaysia, dan dolar Singapura juga mengalami apresiasi terhadap dolar AS," ujarnya.
Di sisi lain, kata dia, kabar mengenai Wakil Gubernur The Fed, Stanley Fischer yang mengundurkan diri turut memberi dampak negatif bagi dolar AS. Apalagi, kondisi politik di Amerika Serikat juga relatif belum cukup kondusif. "Situasi itu membuat pelaku pasar memperkirakan laju ekonomi Amerika Serikat akan melambat. Faktor ketidakyakinan investor, terutama investor dari luar Amerika Serikat terhadap Presiden AS Donald Trump juga turut menekan dolar AS," katanya.
Dari dalam negeri, kata dia, cadangan devisa Indonesia periode Agustus 2017 yang diproyeksikan kembali mengalami peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya, turut membantu rupiah bergerak di area positif.
Research Analyst FXTM, Lukman Otunuga menambahkan bahwa ketidakstabilan politik di Amerika Serikat dan menipisnya ekspektasi kenaikan suku bunga menjadi faktor utama yang membebani mata uang dolar AS. "Komentar dovish dari salah satu pejabat The Fed, Lael Brainard juga memperburuk fluktuasi dolar AS sehingga membuat investor mengevaluasi kembali aset berdenominasi dolar AS," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Jumat ini (8/9) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat ke posisi Rp 13.284 dibandingkan posisi sebelumnya Rp 13.331 per dolar AS.