Rabu 06 Sep 2017 13:47 WIB

Emiten Protes Kewajiban Pakai Jasa Akuntan Publik Terdaftar

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nur Aini
Monitor komputer menampilkan pergerakan saham emiten Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BNI Securities, Jakarta.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat/ca
Monitor komputer menampilkan pergerakan saham emiten Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BNI Securities, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Emiten memprotes aturan kewajiban penggunaan jasa angkutan publik dan kantor akuntan publik terdaftar yang harus diberlakukan untuk laporan keuangan 2016. Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 13/2017 tentang Penggunaan Jasa Akuntan Publik (AP) dan Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam kegiatan usaha pada 27 Maret 2017 lalu.

Dalam POJK tersebut perusahaan yang tercatat di pasar modal diharuskan menggunakan AP ataupun KAP yang terdaftar di OJK. Penetapannya pun melalui RUPS, berdasarkan rekomendasi dari komite audit dan dewan komisaris.

Hanya saja, protes muncul karena POJK itu langsung berlaku untuk laporan keuangan tahun buku 2016. Hal itu berarti, para emiten hanya diberikan waktu satu bulan untuk menjalankannya.

"Dikeluarkannya Maret 2017, nggak semua tersosialisasi. Lalu ini pelaksanaannya berdasarkan laporan keuangan 2016. Sebagian emiten sulit untuk memenuhi itu dengan jadwal waktu yang pendek sekali," ujar Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) kepada Fransiscus Welirang di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (6/9)

Ia pun menyesali pengenaan sanksi berupa denda bagi emiten yang belum menjalankan. Tercatat bagi emiten yang terlambat menyampaikan laporan berkala sampai 30 hari berikutnya dikenakan denda Rp 100 ribu per hari atau maksimal Rp 3 juta. Kemudian belum disampaikan sampai melebihi batas waktu itu maka dendanya mencapai Rp 5 juta.

Menurutnya denda tersebut memang termasuk kecil. Hanya saja, pengenaan denda menjadi catatan buruk bagi sekretaris perusahaan yang menangani urusan tersebut.

"Kalau dikenakan denda atau pinalti itu kan KPI-nya corsec," ujarnya. Fransiscus pun menyesali sikap OJK yang terkesan terburu-buru menerapkan POJK tersebut, ia menilai perlu ada masa transisi untuk penerapannya.

"Beberapa emiten agak tersinggung, bukannya nggak mau. Seolah-olah dipaksakan untuk tahun 2016. Sedangkan formatnya baru diterima Juni 2017 kemarin dan harus selesai akhir bulan," ujarnya. Meskipun, dia mengakui emiten bersedia menjalankan aturan tersebut. 

OJK bersama AEI pada Rabu, hari ini kembali menggelar sosialisasi mengenai POJK tersebut. Acara itu dihadiri puluhan perwakilan emiten.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement