REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan staf khusus Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Said Didu mengungkapkan ada tiga hal penting yang patut diperhatikan seusai kesepakatan divestasi 51 persen saham Freeport Indonesia kepada pemerintah. Pertama soal kapan divestasi itu dimulai, kedua soal mekanisme divestasi yang akan digunakan dan ketiga terkait harga.
"Tiga hal ini yang menjadi persoalan. Harga, mekanisme, dan kapan waktunya," kata Sekretaris Kementerian BUMN periode 2005-2010 ini, saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (29/8).
Said menjelaskan, mekanisme divestasi yang dimaksud adalah mengenai siapa yang akan menerima saham sebesar 51 persen dari Freeport itu. Ada banyak kemungkinan terkait pihak yang akan menggunakan saham itu. Misalnya apakah pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, BUMN, atau justru campuran yakni BUMN dan swasta.
Namun, sebelum mempertimbangkan terkait siapa yang layak dan akan menggunakan saham tersebut, lanjut Said, pemeritah harus terlebih dulu memikirkan soal harga. Sebab harga inilah yang nantinya rumit. Freeport, secara bisnis tentu tidak mau rugi dan akan memasang harga yang tinggi.
"Harga kan juga tergantung, apakah dia (Freeport) mau investasi lagi atau mau menjalankan apa yang ada sekarang. Ya Freeport enggak mau rugi dong, dan itu normal saja," tutur dia. Namun, kata Said, soal penentuan harga tentu nanti akan menggunakan lembaga penilai yang independen yang disepakati oleh kedua belah pihak.