REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai potensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan kontribusi hingga Rp 850 triliun per tahun pada Produk Domestik Bruto (PDB). Namun kontribusi UMKM pada perekonomian pada tahun ini diprediksi turun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi UMKM terhadap perekonomian cukup besar mencapai 61.41 persen, sementara penyerapan tenaga kerja UMKM setidaknya mendominasi hampir 97 persen dari total tenaga kerja nasional. Jumlah UMKM telah mencapai 60 juta unit.
Menurut Ekonom Indef, Bhima Yudhistira, diprediksi pada 2017-2020 jumlah unit UMKM bisa menembus 65 juta unit baik usaha menengah, mikro, dan kecil. Namun tantangan UMKM masih cukup besar khususnya di sektor industri pengolahan. Porsi ekspor nonmigas UMKM masih di bawah 16 persen. Selain itu data terakhir industri pengolahan menengah kecil mengalami penurunan.
"Kontribusi UMKM pada tahun ini kemungkinan besar sedikit menurun. Karena UMKM terutama sektor perdagangan dan industrinya lesu," kata Bhima kepada Republika.co.id, Jumat (18/8).
Berdasarkan data BPS per Agustus 2017 pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil di kuartal II-2017 sebesar 2,5 persen. Realisasi ini anjlok dari capaian pertumbuhan di kuartal I-2017 sebesar 6,63 persen dan lebih rendah dibanding periode sama tahun lalu sebesar 6,56 persen. Hal ini menunjukkan kondisi UMKM yang kurang begitu baik tahun ini. "Kalau UMKM-nya pertumbuhannya kurang bagus, pertumbuhan ekonominya sulit mencapai target 5,2 persen, apalagi di 2018 targetnya 5,4 persen," kata Bhima.
Untuk mendorong pertumbuhan UMKM, menurut Bhima harus ada perubahan porsi KUR dari sebelumnya 60 persen tersalur ke sektor perdagangan, sekarang targetnya 40 persen ke sektor pengolahan. Kemudian bunga KUR masih berpeluang turun di bawah 8,5 persen dari level saat ini sembilan persen per tahun.
Sedangkan untuk UMKM di bidang pengolahan harus ada aksi afirmatif, pemberian kredit tidak bisa disamakan dengan sektor perdagangan. Aksi afirmatif seperti jangka waktu pengembalian cicilan UMKM industri yang lebih lama atau diberikan grace period.
"Solusi berikutnya adalah dorong UMKM agar go digital. Ini perlu difasilitasi oleh Pemerintah dengan membuat market place khusus UMKM," ujar Bhima.