Sabtu 12 Aug 2017 00:39 WIB

OJK Gali Rp 12 Triliun dari Pasar Modal Biayai Infrastruktur

Red: Nur Aini
Pembangunan infrastruktur, ilustrasi
Pembangunan infrastruktur, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan terus berupaya mengoptimalkan peran pasar modal sebagai sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur sesuai dengan prioritas pemerintah.

"OJK telah mengeluarkan pernyataan efektif untuk penerbitan tiga instrumen pasar modal mencapai Rp 12 triliun yang langsung untuk membiayai pembangunan infrastruktur tol, bandara, dan ketenagalistrikan," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam "Peringatan 40 Tahun Diaktifkannya Kembali Pasar Modal Indonesia" di Jakarta, Jumat.

Ia mengemukakan bahwa prioritas jangka pendek lain sebagai perwujudan dukungan pasar modal untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur, di antaranya mendorong pemanfaatan instrumen pasar modal untuk pembiayaan infrastruktur, seperti dana investasi infrastruktur berbentuk KIK, efek beragun aset (EBA), termasuk EBA surat partisipasi, dana investasi real estate, baik yang konvensional maupun syariah, reksa dana penyertaan terbatas, reksa dana target waktu, dan dana investasi multiaset berbentuk KIK.

Selain itu, lanjut dia, penerbitan dan penyempurnaan regulasi yang memungkinkan penerbitan instrumen-instrumen pasar modal baru, seperti perpetual bonds, infrastructure bond, dan project bond guna memfasilitasi pembiayaan pembangunan infrastruktur, baik yang telah dalam taraf pengembangan (brown field projects) maupun yang masih dalam taraf awal pembangunan (green field projects).

Dalam kesempatan itu, Wimboh Santoso mengatakan bahwa pihaknya telah mengakomodasi beberapa kemudahan bagi perusahaan kecil dan menengah (PKM) untuk go public dengan memanfaatkan aturan yang telah diterbitkan, yakni POJK 53/POJK.04/2017 dan POJK 54/POJK.04/2017.

Melalui peraturan itu, kata dia, OJK mengakomodasi beberapa substansi kemudahan bagi PKM go public, yakni mengklasifikasikan PKM menjadi perusahaan kecil (PK) dengan aset di bawah Rp 50 miliar dan perusahaan menengah (PM) dengan aset antara Rp 50 miliar dan Rp 250 miliar.

Selain itu, perusahaan kecil dapat menggunakan standar akuntansi entitas tanpa akuntabilitas publik, serta relaksasi aturan terkait dengan jumlah dan keberadaan beberapa dokumen emisi, seperti laporan keuangan, pendapat hukum, representation letter, dan comfort letter.

"Kebijakan stimulus lanjutan yang akan disegerakan penerbitannya adalah terkait dengan penyederhanaan kewajiban pelaporan pascaemisi untuk perusahaan kecil dan menengah itu," katanya

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement