REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak rencana pemerintah menurunkan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) karena akan makin membebani rakyat berpenghasilan rendah dan buruh.
"Kami tolak rencana penurunan PTKP itu," kata Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta, Ahad (23/7).
Menurut dia, semestinya pemerintah memprioritaskan wajib pajak besar terutama yang belum membayar pajak dan juga para pengemplang pajak untuk meningkatkan pendapatan pajak. Apalagi, ujarnya, saat ini, daya beli masyarakat berpenghasilan kecil dan buruh masih rendah sehingga rencana penurunan PTKP akan makin menggerus penghasilan.
"Pemerintah tidak bisa membandingkan dengan daya beli negara lain seperti Malaysia yang sudah tinggi. Daya beli di Indonesia masih rendah. Jadi, bandingannya tidak apple to apple," ujarnya.
Selain daya beli, menurut dia, tingkat pendapatan di Indonesia masih rendah dan tingkat kesenjangan juga masih tinggi. Said juga menyoroti bahwa rencana penurunan PTKP tersebut membuktikan pemerintah tidak fair.
Dulu, kata dia, saat sosialisasi program amnesti pajak (tax amnesty), pemerintah menaikkan PKTP hingga 50 persen, namun saat ini, pemerintah berencana menurunkannya.
Pada 2016, pemerintah menaikkan PTKP sebesar 50 persen dari Rp 36 juta per tahun atau Rp 3 juta per bulan menjadi Rp 54 juta per tahun atau Rp 4,5 juta per bulan. "Setelah program tax amnesty berjalan dan diklaim berhasil, pemerintah berencana menurunkan PTKP," katanya.
Menurut dia, pihaknya juga sempat menuntut pemerintah mencabut UU Tax Amnesty karena dinilai hanya menguntungkan wajib pajak besar dan merugikan buruh. Oleh karena itu, Said kembali meminta pemerintah menyasar wajib pajak besar untuk meningkatkan pendapatan pajak. "Pemerintah mestinya memprioritaskan penerimaan pajak dari dana-dana hasil program tax amnesty itu, ketimbang mengejar-ngejar masyarakat berpenghasilan rendah dan buruh," katanya.
Kementerian Keuangan berencana menurunkan PTKP sebagai upaya meningkatkan rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (rasio pajak). Selain itu, pertimbangan lain adalah PTKP di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia yang Rp 13 juta per tahun atau Rp 1,083 juta per bulan. Saat ini, PTKP di Indonesia ditetapkan Rp 54 juta per tahun atau Rp 4,5 juta per bulan. PTKP baru direncanakan menjadi sesuai upah minimum regional (UMR).