Kamis 20 Jul 2017 13:15 WIB

Penghasilan tidak Kena Pajak akan Disesuaikan dengan UMP

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Nidia Zuraya
Penghasilan tak kena pajak (ilustrasi)
Foto: reesolarpanelsbristol.org.uk
Penghasilan tak kena pajak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal mengatakan, saat ini pemerintah tengah mengkaji untuk mengubah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp 4,5 juta atau Rp 54 juta per tahun menjadi berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP).

''Masih dalam kajian, tentu banyak aspek yang harus dikaji,'' kata Yon, saat dihubungi, Kamis (20/7).

Alasannya, lanjut Yon, ada penurunan penerimaan pajak di daerah yang memiliki UMP rendah. Ia mencontohkan, salah satunya adalah Yogyakarta, yang penerimaannya merosok karena wajib pajak orang pribadinya di bawah PTKP.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selama dua kali menaikan PTKP, basis pajak di Indonesia terus menurun, sehingga mengganggu penerimaan pajak. Menurut dia, PTKP Indonesia merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN seperti Thailand, Malaysia, Vietnam bahkan Singapura.

''Indonesia menerapkan PTKP yang tinggi,'' ucap Menkeu, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

Sehingga, ia ingin tax ratio Indonesia dapat dibandingkan dengan negara lain. Seperti soal PTKP ini, bagaimana dengan pendapatan per kapita yang ada saat ini dengan negara lain. Sebab, lanjutnya, jika PTKP makin tinggi, maka basis pajak semakin sedikit.

Terakhir, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016, Pemerintah menetapkan kenaikan PTKP menjadi Rp 54 juta per tahun atau Rp 4,5 juta per bulan dari sebelumnya Rp 36 juta per tahun atau Rp 3 juta per bulan. Akibatnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengakui telah kehilangan penerimaan negara sebesar Rp 20,1 triliun pada 2016 setelah menaikkan batas PTKP. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement