REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu mengatakan skema dana bagi hasil (DBH) pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 berdasarkan wilayah domisili pekerja akan diterapkan pada 2026. Hingga saat ini, Kementerian Keuangan masih mengembangkan peta pengenaan PPh 21 berbasis domisili tersebut.
“Sedang dikerjakan. Ya ini untuk 2026 lah,” kata Anggito di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (18/9/2025).
Namun, Anggito tidak merinci lebih lanjut progres penyusunan skema DBH PPh 21 berbasis domisili itu. Wacana tersebut sebelumnya ia sampaikan dalam Rapat Kerja bersama Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dengan agenda pembahasan RUU APBN Tahun Anggaran 2026 beserta Nota Keuangan, Selasa (2/9/2025).
“Kami saat ini sedang melakukan exercise untuk melakukan bagi hasil berdasarkan domisili dari karyawan yang bersangkutan,” ujar Anggito saat rapat.
Menurutnya, langkah ini bertujuan memberikan keadilan serta memenuhi aspirasi daerah yang selama ini meminta pemerataan pembagian pajak.
Sementara itu, PPh badan tidak akan mengikuti skema bagi hasil ini.
“Untuk PPh badan tidak dibagi hasil. Jadi, pemungut di mana pun itu tidak memengaruhi aspek bagi hasil pajaknya,” kata Anggito.
Terpisah, Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyarankan pemerintah untuk menaikkan ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) alih-alih menerapkan DBH PPh 21 berbasis domisili.
Menurut Bhima, kenaikan PTKP perlu dilakukan guna memberi ruang disposable income atau pendapatan yang dapat dibelanjakan setelah kebutuhan pokok dan kewajiban dasar terpenuhi. Dengan begitu, kemampuan belanja masyarakat meningkat dan dapat langsung menggerakkan roda ekonomi daerah.
Sebagai catatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), DBH PPh ditetapkan sebesar 20 persen untuk daerah.
DBH tersebut dibagikan kepada tiga pihak, yakni provinsi sebesar 7,5 persen, kabupaten/kota penghasil 8,9 persen, serta kabupaten/kota lainnya dalam provinsi bersangkutan sebesar 3,6 persen.