REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan membenarkan bahwa gula pasir merupakan komoditas yang tidak masuk dalam jajaran barang tak kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dengan kata lain, gula merupakan barang yang dikenai PPN 10 persen.
Direktur Peraturan Perpajakan Ditjen Pajak Kemenkeu Arif Yanuar menyebutkan, peraturan ini tertuang dalam pasal 4A ayat 2 huruf b Undang-Undang (UU) nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN). "Artinya ya gula bukan masuk barang yang tak kena PPN," kata Arif, Senin (10/7).
Seementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, sebenarnya kebijakan PPN 10 persen atas gula pasir dan produk pertanian atau perkebunan dijalankan lantaran adanya uji materi atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2007. Aturan tersebut mengaturan tentang barang strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN, termasuk penyerahan barang hasil pertanan dan perkebunan.
Suahasil mengungkapkan, pada awalnya Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang mengajukan uji materi atas PP Nomor 31 Tahun 2007 tentang perubahan keempat atas PP Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan PPN tersebut. Hal yang terjadi selanjutnya, Mahkamah Agung mengabulkan uji materi tersebut dan disimpulkan bahwa barang hasil pertanian dan perkebunan bukan lagi menjadi komoditas strategis. Hal ini tertuang di pasal 16B Undang-Undang (UU) tentang PPN.
"Konsekuensinya ya harus dipungut PPN 10 persen atas penyerahannya," ujar Suahasil, Senin (10/7).