REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Keputusan Kementerian Keuangan menetapkan pajak 10 persen untuk para petani tebu dianggap akan menguntungkan para petani. Sebab, para petani tebu tersebut lebih efisien.
"Biar mereka fokus pada tebu saja, tidak sampai ke gula," kata Direktur Tanaman Semusim Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Agus Wahyudi saat dihubungi Republika, Kamis (6/7). Selama ini, para petani menggunakan sistem bagi hasil sehingga petani mendapatkan gula.
Ia mengatakan, penerapan pajak ini merupakan wewenang Kementerian Keuangan untuk mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jika tanaman perkebunan memiliki pertambahan nilai, kata Agus, sudah sepatutnya dikenakan pajak, termasuk tebu.
Dengan diberlakukannya pajak tersebut, ia mengakui pendapatan petani akan turun. Untuk itu, para petani ke depannya harus meningkatkan produktifitas.
Pihaknya dalam hal ini Kementerian Pertanian tidak akan tinggal diam. Seperti diketahui, pemerintah tengah melakukan perbaikan pada tanaman tebu baik on farm maupun off farm guna mewujudkan swasembada gula konsumsi pada 2019. Salah satu contohnya yakni dengan mendirikan pabrik gula baru dan optimalisasi pabrik gula yang sudah ada.
Agus menambahkan, saat ini harga tebu para petani sebesar Rp 600 ribu per ton dengan rendemen sekitar 7,5 hingga 8 persen. "Rp 50 ribu per ton kalau tebunya jelek," kata dia.