Senin 17 Mar 2025 21:39 WIB

Penerimaan Pajak Turun, Peneliti Usul Penguatan DJP Hingga Pajaki Orang Kaya

Terkait restitusi pajak, data Februari menunjukkan nilainya mencapai Rp 111 triliun.

Petugas melayani wajib pajak yang memiliki kendala terkait Coretax di Helpdesk Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) Kantor Pajak Gedung Radjiman, Jakarta, Selasa (18/2/2025).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas melayani wajib pajak yang memiliki kendala terkait Coretax di Helpdesk Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) Kantor Pajak Gedung Radjiman, Jakarta, Selasa (18/2/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyarankan pemerintah untuk memperkuat kapasitas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan hingga mengoptimalkan penerimaan pajak dari orang kaya untuk menambal penurunan pajak pada APBN 2025. Fajry menjelaskan kontraksi penerimaan pada awal tahun tak hanya sekadar dipengaruhi oleh faktor makroekonomi.

Dia melihat tiga faktor utama yang membuat serapan pajak terkontraksi 30,2 persen (year-on-year/yoy) pada Februari 2025, yakni restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Badan, risiko operasional Coretax, dan dampak kebijakan tarif efektif rata-rata (TER).

Baca Juga

Terkait restitusi pajak, data Februari menunjukkan nilainya mencapai Rp 111,04 triliun atau meningkat 93,11 persen (yoy), di mana sebagian besar berasal dari PPN dan PPh Badan.

“Saya menduga restitusi PPh Badan inilah yang menyebabkan anjloknya penerimaan dari sektor pengolahan. Padahal, selama ini sektor pengolahan yang menjadi kontributor utama penerimaan pajak,” katanya.

Sementara upaya mitigasi mendongkrak kembali penerimaan pajak bukan perkara mudah.  Menurut dia, peningkatan penerimaan dalam jangka waktu cepat hanya dapat dilakukan dengan opsi kebijakan. Akan tetapi, langkah itu pun terkendala oleh risiko politik.

“Tidak banyak opsi yang dimiliki pemerintah, namun ada beberapa opsi yang bisa diambil,” tambahnya.

Pertama, upaya ekstra dari pemerintah melalui DJP. Dari observasi sejak 2021, dia melihat DJP sebagai otoritas mempunyai kapasitas untuk melakukan pengawasan dengan baik dan mumpuni.

Untuk itu, lanjut dia, yang perlu dilakukan adalah mempersenjatai DJP, baik itu data dari pihak ketiga (ILAP) maupun anti-avoidance rule.

Opsi berikutnya yaitu menggali potensi ekonomi digital. Fajry berpendapat ekonomi digital di Indonesia memiliki skala yang lebih besar dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Maka, pemerintah perlu mengevaluasi penerimaan pajak dari sektor digital, khususnya lokapasar.

“Apakah mereka sudah patuh? Pemerintah perlu optimalisasi penerimaan dari sektor ini mengingat sektor ini akan terus tumbuh tinggi,” ujar dia lagi.

Opsi terakhir yang ia sarankan adalah mengoptimalkan serapan pajak dari kelompok super kaya.

Pemerintah bisa mengenakan pajak minimum bagi kelompok superkaya. Dengan pajak minimum ini, orang superkaya yang patuh tidak akan kena pajak tambahan. Sedangkan mereka yang belum patuh akan dikenakan pajak tambahan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement