Selasa 06 Jun 2017 03:15 WIB

Petani Tebu Jabar Minta Harga Eceran Tertinggi Gula Direvisi

Rep: lilis handayani/ Red: Budi Raharjo
Lahan tebu
Foto: Musyawir/Antara
Lahan tebu

REPUBLIKA.CO.ID,CIREBON -- Petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jabar berharap agar penetapan harga eceran tertinggi (HET) gula di tingkat pedagang, ditinjau kembali. Pasalnya, HET yang mencapai Rp 12.500 per kg itu dikhawatirkan akan menekan harga lelang gula di tingkat petani.

 

Sekretaris APTRI Jabar, Haris Sukmawan menjelaskan, HET gula di tingkat pedagang diharapkan lebih dari Rp 12.500 per kg meski tidak melebihi Rp 14 ribu per kg. Dia menilai, harga di kisaran itu tidak membebani konsumen.  ‘’Kalau HET gula di tingkat pedagangnya Rp 12.500, maka harga lelang gula akan tertekan,’’ ujar pria yang akrab disapa Wawan itu kepada Republika, Senin (5/6).

 

Menteri Perdagangan telah menetapkan harga patokan petani (HPP) gula di tingkat petani berkisar antara Rp 9.000 per hingga Rp 11 ribu per kg. Sedangkan HET gula di tingkat pedagang saat menjualnya kepada konsumen sebesar Rp 12.500 per kg.

 

Wawan menuturkan, untuk HPP sebesar Rp 9.000 per kg, petani tebu bisa menerimanya namun dengan syarat. Yakni ada peran pemerintah untuk menaikkan rendemen tebu pada kisaran minimal sepuluh persen dan produksi yang mencapai 1.000 kuintal per hektare.

 

Wawan menjelaskan, jika tingkat rendemen tebu sepuluh persen dan produksi tebu 1.000 kuintal per hektare, maka nilai break even point (BEP) mencapai Rp 7.000 – Rp 7.500 per kg. Dengan demikian, petani tebu tidak akan merugi dengan penetapan HPP yang mencapai Rp 9.000 per kg.

 

Namun, terang Wawan, yang terjadi selama ini tingkat rendemen tebu kurang dari tujuh persen dan produksi tebu hanya 700 – 750 kuintal per hektare. Dengan tingkat rendemen dan produksi itu, maka nilai BEP-nya sebesar Rp 10.500 per kg.  ‘’Jadi dengan harga lelang yang mencapai Rp 9.000 per kg, petani merugi,’’ tutur Wawan.

 

Wawan berharap, pemerintah melalui sejumlah kementerian terkait, seperti Kementerian BUMN, Pertanian, Perdagangan dan Perindustrian, bisa berkoordinasi untuk meningkatkan tingkat rendemen dan produksi tebu petani. Menurutnya, peningkatan tersebut akan berdampak pula pada kesejehteraan petani.

 

Ketika disinggung mengenai musim giling di Jabar, Wawan menyebutkan untuk Pabrik Gula (PG) Sindanglaut dan PG Tersana Baru di Kabupaten Cirebon, sudah dimulai pada 1 Juni 2017. Sedangkan PG Jatitujuh di Kabupaten Majalengka, diperkirakan pada Selasa (6/6).

 

Untuk tingkat rendemen tebu hasil giling di PG Sindanglaut maupun PG Tersana Baru, Wawan mengaku belum mendapat informasi. Begitu pula dengan harga gula yang dilelangnya.

 

Sementara itu, berdasarkan pantauan Republika di Pasar Baru Indramayu, Senin (5/6), harga gula pasir yang dijual kepada konsumen mencapai Rp 12 ribu per kg. Sedangkan harga gula di tingkat warung eceran, mencapai Rp 13.500 – Rp 14 ribu per kg.

 

‘’Tadinya harga gula pasir Rp 11 ribu per kg. Sekarang naik Rp 1.000 per kg,’’ kata seorang pedagang sembako di Pasar Baru Indramayu, Ratna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement