REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyiapkan kebijakan keterbukaan informasi keuangan yang akan berjalan pada 2018 mendatang. Setelah menerbitkan Peraturan Penggantu Undang-Undang (Perppu) nomor 1 tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan PMK nomor 70 tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Beleid tersebut dibuat untuk mengatur lebih rinci mengenai mekanisme pertukaran informasi, sekaligus memastikan bahwa data keuangan yang dipertukarkan tidak disalahgunakan. Sri menjelaskan, terdapat lima jenis data terkait nasabah yang wajib dilaporkan oleh lembaga jasa keuangan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.
Kelimanya adalah identitas pemegang rekening keuangan, nomor rekening keuangan, identitas lembaga keuangan, saldo rekening keuangan pada akhir tahun kalender, dan penghasilan terkait rekening keuangan.
Rinciannya, identitas pemegang rekening keuangan harus mencakup nama, alamat, negara domisili untuk kepentingan pajak, tempat dan tanggal lahir bagi orang pribadi, serta identitas pengendali bagi entitas. Sementara penghasilan terkait dengan rekening keuangan harus mencakup bunga, dividen, dan jumlah lain yang dibayarkan atau dikreditkan ke rekening keuangan.
Terkait dengan batasan saldo yang harus dilaporkan, pemerintah mengacu pada aturan yang dibuat oleh Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Aturan ini kemudian dituangkan kembali dalam PMK terbaru yang dirilis Kemenkeu tentang keterbukaan informasi keuangan ini. Mengacu pada perjanjian internasional, bagi rekening keuangan yang dimiliki oleh entitas dan telah dibuka sebelum 1 Juli 2017, maka agregat saldo yang harus dilaporkan adalah di atas 250 ribu dolar AS atau Rp 3,32 miliar.
Sedangkan bagi rekening keuangan lainnya, tidak ada batasan minimal saldo yang harus dilaporkan. Sementara di dalam negeri, sektor perbankan harus melaporkan informasi keuangan yang dimiliki oleh orang pribadi dengan agregat saldo paling sedikit Rp 200 juta. Sedangkan bagi entitas atau badan usaha, tidak ada batas minimal saldo yang harus dilaporkan.
Nilai batas saldo minimal juga diterapkan untuk sektor perasuransian dan perkoperasian. Sektor pasar modal dan perdagangan berjangka komoditas tidak memiliki batasan saldo minimal. Pemerintah mencatat, jumlah saldo rekening yang menyimpan saldo di atas Rp 200 juta sebanyak 2,3 juta rekening atau 1,14 persen dari jumlah penabung di Indonesia.
"Kalau akun ini berasal dari gaji tetap yang diperoleh dan sudah dipotong dari PPh (Pajak Penghasilan) sebetulnya tidak perlu takut," ujar Sri di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (5/6).
Tata cara penyampaiannya, pihak perbankan nasional harus menyerahkan laporannya setiap 30 April dimulai pada tahun depan. Beda halnya untuk perjanjian internasional, di mana lembaga jasa keuangan, pasar modal, dan perasuransian harus melaporkan informasi keuangan pada 1 Agustus setiap tahun melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelum disampaikan OJK ke DJP.
Sri menegaskan bahwa seluruh penerapan keterbukaan informasi keuangan akan memanfaatkan sistem teknologi informasi yang mengacu pada standar OECD. Ia berjanji, seiring dengan implementasi aturan ini di lapangan, pemerintah akan terus melakukan perbaikan disiplin kinerja, tingkat kepatuhan terhadap teknis, dan standar operasi prosedur.
"Kami tidak bertujuan mencari dan memburu kepada seluruh akun, sehingga masyarakat luas tidak perlu khawatir. Kalau Anda atau ada wajib pajak menerima surat dari DJP Anda datang ke kantor pajak untuk klarifikasi. Kami juga ada usulan bentuk call center termasuk sistem aduan," ujar Sri.