Jumat 24 Oct 2025 17:41 WIB

Pertamina Mantapkan Komitmen Energi Bersih Lewat Ekosistem Avtur Ramah Lingkungan

Pengembangan SAF merupakan kontribusi Pertamina menuju swasembada energi,

Direktur Transformasi dan Keberlanjutan Bisnis PT Pertamina (Persero) Agung Wicaksono, saat menjadi pembicara dalam ajang 15th International Sustainability & Carbon Certification (ISCC) Regional Stakeholder Meeting Southeast Asia yang berlangsung di Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Foto: Pertamina
Direktur Transformasi dan Keberlanjutan Bisnis PT Pertamina (Persero) Agung Wicaksono, saat menjadi pembicara dalam ajang 15th International Sustainability & Carbon Certification (ISCC) Regional Stakeholder Meeting Southeast Asia yang berlangsung di Jakarta, Kamis (23/10/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) menegaskan komitmennya untuk mendorong pengembangan bahan bakar pesawat terbang ramah lingkungan Sustainable Aviation Fuel (SAF). Pertamina juga mewujudkan Indonesia sebagai pusat pasokan bahan bakar penerbangan berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara.

Komitmen ini disampaikan oleh Direktur Transformasi dan Keberlanjutan Bisnis PT Pertamina (Persero) Agung Wicaksono, saat menjadi pembicara dalam ajang 15th International Sustainability & Carbon Certification (ISCC) Regional Stakeholder Meeting Southeast Asia yang berlangsung di Jakarta, Kamis (23/10/2025).

“Peluang pengembangan SAF ini berawal dari visi Presiden kita, Presiden Prabowo Subianto, yang tertuang dalam ASTA CITA, delapan prinsip dasar pembangunan nasional,” kata Agung.

Dalam paparannya bertajuk Advancing Indonesia’s Sustainability Commitment through Pertamina’s Sustainable Aviation Fuel Ecosystem, Agung menekankan bahwa pengembangan SAF bukan hanya langkah bisnis. Menurut dia, pengembangan SAF merupakan wujud kontribusi Pertamina terhadap visi nasional menuju ekonomi hijau dan swasembada energi.

Agung menambahkan, hal tersebut juga sejalan dengan strategi transisi energi Pertamina, yakni Strategi Pertumbuhan Ganda. Strategi ini menyeimbangkan antara bisnis utama Pertamina saat ini, mulai dari sektor hulu, kilang, hingga bisnis ritel bahan bakar, dengan pengembangan bisnis rendah karbon atau energi hijau.

“Pada satu sisi, Pertamina tetap mengembangkan bisnis warisan seperti sektor hulu migas, kilang, dan ritel bahan bakar sebagai sumber bisnis utama. Sedangkan pada sisi lain, kami membangun bisnis rendah karbon untuk memastikan keberlanjutan energi di masa depan,” kata Agung.

photo
Direktur Transformasi dan Keberlanjutan Bisnis PT Pertamina (Persero) Agung Wicaksono, saat menjadi pembicara dalam ajang 15th International Sustainability & Carbon Certification (ISCC) Regional Stakeholder Meeting Southeast Asia yang berlangsung di Jakarta, Kamis (23/10/2025). - (Pertamina)

Dalam kerangka tersebut, Pertamina fokus pada pengembangan ekosistem biofuel yang mencakup produksi SAF, energi panas bumi (geothermal), serta penerapan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS). Upaya ini mendukung target Pemerintah Indonesia dalam Net Zero Emission (NZE).

Agung menekankan, Indonesia memiliki posisi strategis dalam pengembangan SAF karena potensi sumber bahan bakunya sangat besar, terutama dari minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO). Pertamina juga telah membangun ekosistem terintegrasi dalam pengembangan SAF, dimulai dari pengumpulan UCO hingga proses pengolahan dan penggunaannya untuk pesawat terbang.

Terkait ini, Subholding PT Kilang Pertamina International (KPI) menyediakan fasilitas co-processing untuk mengubah minyak jelantah menjadi SAF, PT Pertamina Patra Niaga berperan dalam distribusi bahan bakar dan PT Pelita Air Service sebagai maskapai penerbangan milik Pertamina, berperan sebagai pengguna.

“Dengan demikian, kami memiliki rantai ekosistem lengkap. Mulai dari pengumpulan minyak jelantah hingga produksi SAF, lalu penggunaannya dalam penerbangan. Suplai UCO berpotensi meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan dari kawasan, Eropa, dan Amerika Serikat,” kata dia.

Pertamina juga terus berupaya memperluas kapasitas produksi SAF melalui dua kilang utama, yakni Kilang Cilacap dan Kilang Plaju. Di mana, Kilang Cilacap saat ini telah mampu memproduksi sekitar 238 ribu kiloliter SAF per tahun melalui teknologi co-processing (2,4 persen UCO), dan akan ditingkatkan seiring penambahan fasilitas baru.

Agung menegaskan keberhasilan pengembangan SAF merupakan bukti nyata ekonomi sirkular dapat berjalan di Indonesia dan Asia Tenggara.

“Dampaknya, SAF dapat mengurangi hingga 84 persen emisi karbon dari penerbangan internasional. Kami berharap dapat terus bekerja sama untuk mengembangkan SAF bagi Indonesia dan dunia,” kata Agung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement