REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI) memperkuat perlindungan pekerja perikanan dengan resmi bergabung sebagai afiliasi International Transport Workers Federation (ITF). Kerja sama tersebut ditandai melalui penandatanganan memorandum of understanding antara Ketua Umum SPPI Achdiyanto Ilyas Pangestu dan South East Asia Regional Coordinator ITF Fisheries Section Jon Hartough di Jakarta Pusat, Jumat (14/11/2025).
Afiliasi ini menjadi momentum penguatan advokasi SPPI dalam monitoring dan evaluasi implementasi Collective Bargaining Agreement dengan manning agencies yang menjadi mitra mereka. Langkah tersebut juga menempatkan SPPI dalam jejaring pekerja internasional yang memiliki sumber daya di berbagai pelabuhan global.
Ilyas menegaskan bahwa dokumen kerja sama akan menjadi pijakan penting bagi SPPI dalam pendampingan anggotanya. “Saya berharap dengan adanya dokumen yang ditandatangani menjadi salah satu modal utama untuk kita melakukan pendampingan bagi anggota-anggota terkait. Karena ITF memiliki source di pelabuhan-pelabuhan internasional," kata Ilyas dalam siaran pers, Jumat (14/11/2025).
Ia menambahkan komitmen SPPI tidak hanya terbatas pada isu ketenagakerjaan, tetapi juga berkontribusi dalam keberlanjutan industri perikanan. “SPPI bukan hanya bertanggung jawab terhadap mekanisme ketenagakerjaan dari sisi buruh, tapi kami ikut serta dalam keberlanjutan industri perikanan untuk menjamin adanya kenyamanan dan kepastian,” ujarnya.
Dari pihak ITF, Jon Hartough menilai kerja sama ini membuka peluang kolaborasi jangka panjang, seiring meningkatnya perhatian publik terhadap sektor perikanan. “Kita tahu banyak sekarang orang-orang memberikan perhatian lebih kepada seksi perikanan terhadap media yang sekarang sedang memperhatikan seksi perikanan,” kata Jon.
Jon menegaskan bahwa serikat pekerja memiliki pemahaman paling dekat dengan kondisi nyata para nelayan. “Sebenarnya yang kerja nyata, yang tahu kerjanya adalah serikat yang ada di ruangan yang tahu bagaimana cara nelayan itu bekerja secara nyata.”
Ia berharap ruang dialog lebih terbuka antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan serikat pekerja untuk memperkuat tata kelola sektor perikanan. “Kadang saya suka bekerja dengan NGO, kadang dengan pemerintahan, tapi saya lebih suka kalau kita bisa membuat diskusi terbuka bagaimana cara kerja nyata ke depannya dengan pemerintah, NGO, dan serikat.”
Jon juga menyoroti pesatnya pertumbuhan industri perikanan Asia Timur dan Asia Tenggara sehingga perlindungan pekerja Indonesia menjadi semakin mendesak. “Mereka berpikir bahwa ini merupakan industri perikanan yang sangat pesat dan sangat berkembang, jadi banyak yang dikirim ke kapal Taiwan, Korea. Maka dari itu mereka berpikir bahwa kawasan Asia Tenggara ini adalah kawasan terbesar dan terpesat mengenai perikanan.”
Ia menekankan besarnya jumlah pekerja perikanan Indonesia yang berlayar ke luar negeri serta pentingnya perlindungan menyeluruh. “Ratusan bahkan ribuan nelayan orang-orang Indonesia berlayar di luar negeri dan mereka juga ada ratusan bahkan ribuan nelayan yang lahir di Indonesia, dan bagaimana caranya kita menjaga untuk melindungi orang-orang Indonesia yang bekerja di luar, dan bagaimana caranya kita melindungi orang-orang Indonesia yang bekerja di dalam negeri.”
Menurut Jon, kemitraan ini diharapkan menjadi pintu bagi kolaborasi lebih luas demi keberlanjutan sektor perikanan. “Membuka kolaborasi dan perbincangan lebih lanjut untuk kemajuan dan keberlanjutan industri perikanan.”