Rabu 24 May 2017 08:21 WIB

Upaya Pemerintah Lakukan Pemerataan Ekonomi Harus Didukung

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat terbatas yang membahas kebijakan pemerataan ekonomi (ilustrasi)
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat terbatas yang membahas kebijakan pemerataan ekonomi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR E.E. Mangindaan mengatakan, tekad pemerintah untuk melakukan pemerataan perekonomian serta menghapus kesenjangan ekonomi harus didukung semua pihak. Karena, upaya melakukan pemerataan perekonomian bukanlah tugas dan tanggung pemerintah semata, melainkan tugas dan tanggung jawab seluruh komponen bangsa.

"Setelah lebih dari 71 tahun Indonesia merdeka, sudah saatnya kita semua bersungguh-sungguh untuk mewujudkan janji-janji kebangsaannya, khususnya mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur," kata Mangindaan di Gedung Nusantara IV, Kompleks MPR/DPR/DPD Senayan, Jakarta, Selasa (23/5).

Mangindaan berbicara hal itu saat membuka acara Lembaga Pengkajian MPR, yang mengundang sejumlah pakar dan praktisi ekonomi berbicara dalam forum yang diberi nama 'Round Table Discussion." Forum diskusi yang membahas tema: "Sistem Perekonomian Nasional untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia" ini, menghadirka 12 pakar ekonomi dan praktisi ekonomi kawakan yang ikut berbicara dalam forum ini.

Mereka antara lain Tanri Abeng, Rizal Ramli, Soebijakto Tjakrawardaya (mantan Menteri Koperasi era Soeharto), Sutrisno Bachir, Christianto Wibosono, Fuad Bawazir, Suroto (tokoh koperasi),  dan tokoh HIPMI. Hadir anggota Lembaga Pengkajian. Dasar diskusi ini diinisiasi Lembaga Pengkajian MPR yang berusaha mencari sebab, kenapa sistem ekonomi yang dijalankan sekarang ini menghasilkan banyak ketimpangan, kesenjangan dan tidak berkeadilan.

Ketua Lembaga Pengkajian MPR, Rully Chairul Azwar menegaskan diskusi ini sebenarnya untuk mencari jawaban atas berbagai indikator ekonomi yang terjadi.  Pasal-pasal ekonomi, terutama ayat 4, menurut Rully, indikatornya mengenai demokrasi ekonomi, dan diatur pula prinsip-prinsipnya.

Ia melanjutkan, tujuan kemerdekaan sudah diatur dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 ayat 4, dan wujudnya pun diatur pada sila kelima Pancasila, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Belakangan ini, jelas Rully, muncul tuntutan dari masyarakat yang melihat  ada ketimpangan-ketimpangan.

"Ada orang yang terlalu banyak mendapatkan kekayaan,  dan banyak orang  yang masih jauh sejahtera. Misalnya, banyak data mengungkapkan bahwa 1 persen orang kaya di Indonesia mempunyai kekayaan 50 persen dari bersih aset negara," jelasnya.

Lembaga Pengkajian, kata Rully, banyak menerima laporan mengenai ketimpangan ekonomi ini, lalu mengambil inisiatif untuk melakukan pengkajian, karena ini memang bagian dari lembaga pengkajian. Maka menurut dia, perlu dicari apa yang keliru dari persoalan sistem ekonomi bangsa ini sehingga tidak menghasilkan kesejahteraan. Apakah dari pelaksanaannya yang keliru.

Seperti yang muncul dalam diskusi menyebutkan bahwa demokrasi politik yang terjadi sejak reformasi bergulir menghasilkan liberalisasi politik. Bahkan, menurutnya, sejak reformasi kondisi ekonomi bangsa mengarah pada ultra liberalisasi, yang menghasilkan liberalisasi ekonomi. Sementara demokrasi ekonomi jauh tertinggal di belakang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement