Senin 15 May 2017 17:19 WIB

Ekonomi Syariah Tahun Ini Diprediksi Tumbuh Rendah

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nur Aini
Syariah (ilustrasi)
Foto: aamslametrusydiana.blogspot.com
Syariah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi syariah diprediksi tumbuh lebih rendah tahun ini. Ekonomi syariah pada 2016 tercatat mampu tumbuh hingga tujuh persen.

"Pertumbuhan akan tetap diredam sekitar lima persen pada 2017," ujar Direktur Senior dan Kepala Ekonomi Syariah Global dan S&P Global Ratings Mohamed Damak.

Lemahnya pertumbuhan ekonomi syariah didorong oleh terutama negara-negara pengekspor minyak (GCC) serta Malaysia dan Iran yang bersama-sama menyumbang lebih dari 80 persen aset industri. Mengingat ketergantungan pasar keuangan syariah terhadap minyak dan ekspektasi harga minyak yang stabil di 5 dolar AS per barel pada 2017, pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut diperkirakan akan tetap terbatas.

S&P Global Ratings memperkirakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di Malaysia mencapai 4,2 persen pada 2017/2018 akibat diversifikasi ekonominya. Untuk diketahui, sektor gas dan minyak hanya menyumbang 10 persen dari PDBl negara itu. Malaysia juga telah memperkenalkan berbagai kebijakan seperti penghapusan subsidi minyak dan aturan enam persen pajak barang dan jasa guna mengatasi dampak fluktuasi harga minyak.

Sementara itu di Iran, setelah beberapa penghapusan sanksi, kebutuhan pembiayaan Iran dilaporkan tinggi. Namun, negara hanya akan berkontribusi secara efektif terhadap pertumbuhan industri keuangan syariah setelah peraturan matang dan sanksi atau pembatasan yang tersisa dicabut.

Respons kebijakan terhadap penurunan harga minyak diimplementasikan di negara-negara GCC. Upaya diversifikasi ekonomi bervariasi antarsuatu negara, harga minyak yang rendah akan terus memberi dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi di GCC, setidaknya dua tahun ke depan. "Tak heran jika keuangan syariah akan terkena dampak negatif," ujar dia.

Dilansir dari Zawya.com, pertumbuhan aset bank syariah mulai menurun pada 2015, turun menjadi tujuh persen dari 12 persen pada tahun sebelumnya. Tingkat pertumbuhan tetap rendah pada 2016 yakni sekitar enam persen.

Deposit bank GCC dan arus masuk sangat bergantung pada harga minyak. Dengan turunnya harga minyak, itu artinya likuiditas lebih rendah dan biaya pendanaan bank meningkat. Begitu juga dengan rendahnya pertumbuhan ekonomi negara yang meyebabkan peminjam rentan, terutama sub-kontraktor dan UKM.

"Hal ini menyebabkan penurunan profitabilitas bank, mendorong beberapa untuk membatasi atau mengurangi biaya dasar mereka," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement