REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal pertama 2017 mencatatkan perbaikan. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, angka pertumbuhan ekonomi kuartal I tahun ini sebesar 5,01 persen (yoy). Capaian ini mengalami peningkatan dibanding pertumbuhan periode yang sama tahun 2016 sebesar 4,92 persen.
BPS mencatat, persentase ekspor Indonesia ke AS tetap tumbuh sepanjang kuartal pertama meski ketidakpastian atas kebijakan perdagangan AS tetap membayangi. Kuartal pertama tahun ini, ekspor Indonesia ke AS menyentuh 11,7 persen dari seluruh komposisi ekspor. Pertumbuhan ekspor kuartalan kali ini bahkan menyentuh 18,16 persen. Hal ini dinilai menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Ada kekhawatiran di sana ada kebijakan Trump proteksionisme, ini belum terlihat. Namun tetap wasapda karena itu risiko eksternal yang harus dihadapi," kata Kepala BPS Suhariyanto, di Jakarta, Jumat (5/5).
Suhariyanto menjelaskan, alasan utama perbaikan kinerja ekspor kuartal ini adalah adanya perbaikan harga komoditas nonmigas. Apalagi, ekspor komoditas nonmigas tumbuh hingga 21,61 persen.
Dilihat dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha informasi dan komunikasi dengan pertumbuhan 9,1 persen. Sementara dari sisi pengeluaran, kontribusi tertinggi dicapai oleh komponen ekspor barang dan jasa yang kuartal ini tumbuh hingga 8,04 persen. Padahal sebagai catatan, pertumbuhan ekspor di kuartal pertama 2016 sempat kontraksi dengan angka -3,29 persen.
Sementara dilihat dari struktur ekonomi secara spasial, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal pertama masih didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa dan Sumatra. Pulau Jawa sendiri memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 58,49 persen. Sementara Pulau Sumatra memberikan porsi pertumbuhan 21,95 persen, dan Pulau Kalimantan sebesar 8,33 persen.
Suhariyanto menjelaskan, struktur PDB Indonesia menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku pada kuartal pertama tahun ini tidak menunjukkan perubahan berarti. Ia menyebutkan, industri pengolahan, pertanian dan perikanan, perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan motor, serta sektor konstruksi masih mendominasi PDB Indonesia.
Sementara dari sisi pengeluaran, pertumbuhan terjadi pada semua komponen. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen ekspor barang dan jasa sebesar 8,04 persen, diikuti pengeluaran konsumsi lembaga non-profit yang melayani rumah tangga (PK-LNPRT) sebesar 8,02 persen, dan komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (PK-RT) sebesar 4,93 persen. BPS menunjukkan, dari sisi investasi, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mengalami kenaikan 13,2 persen. Pertumbuhan investasi secara menyeluruh menyentuh 4,81 persen.
Kembali kepada kelompok pengeluaran, Suhariyanto menilai bahwa perbaikan kinerja perdagangan tetap dibayangi risiko eksternal khususnya kebijakan proteksionisme yang didengungkan Amerika Serikat. Meski hingga kini kebijakan soal proteksionisme perdagangan belum terbukti ampuh mengerem pertumbuhan ekspor Indonesia, namun ia meminta pemerintah tetap memonitor segala peluang yang terjadi di depan.