Jumat 21 Apr 2017 18:02 WIB

Taspen dan Asabri Isyaratkan Tolak Bergabung dengan BPJS Ketenagakerjaan

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) dan PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen) memberi sinyal penolakan terkait rencana peleburan kedua perusahaan tersebut dengan BPJS Ketenagakerjaan. Wacana soal peleburan Taspen dan Asabri ke dalam BPJS Ketenagakerjaan sebenarnya sudah muncul sejak lama.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BPJS Ketenagakerjaan mengacu pada Undang-Undang (UU) nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Beleid tersebut menyebutkan, keberedaan Jamsostek, Taspen, Asabri, dan Askes dinyatakan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Firdaus Djaelani menyebutkan, sesuai dengan UU memang ada ketentuan penyatuan seluruh penyelenggara jaminan sosial bisa rampung pada 2029 mendatang. Hanya saja, hingga saat ini pembahasan masih berlangsung intensif antara pemerintah dan parlemen.

"Tahun 2029 diharapkan bisa katakanlah ada penggabungan dengan BPJS Ketenagakerjaan," jelas Firdaus, Jumat (21/4).

Sementara itu, Direktur Utama PT Taspen (persero) Iqbal Latanro menilai bahwa rencana penggabungan Taspen dengan BPJS Ketenagakerjaan masih dalam perdebatan. Bahkan, pihaknya secara prinsip melihat bahwa pembubaran Taspen tak perlu dilakukan.

Ia mengakui bahwa memang ada peralihan fungsi dari Taspen kepada BPJS Ketenagakerjaan yang dilakukan secara bertahap. Namun, menurutnya, Taspen tetap akan berdiri sebagai pengelola jaminan sosial bagi pejabat pemerintahan dan aparatur sipil negara (ASN).  

"Kami melihat bahwa kami layak dan bisa dikembangkan. Kami melihat yang diatur itu kebutuhan dasar dan disiapkan tahun 2009 untuk transformasi," ujar Iqbal.  

Bahkan, Iqbal mengungkapkan bahwa perusahaan telah melakukan studi banding dengan negara-negara yang menyelenggarakan jaminan sosial bagi pekerja. Menurutnya, pengelolaan yang optimal dilakukan secara terpisah antara jaminan sosial untuk publik dan pekerja di pemerintahan.

"Saya berpendapat apa yang dilakukan hari ini tidak ada yang salah dan tidak ada yang melanggar UU sehingga kami berpikir lebih baik kami tingkatkan peningkatan pelayanan," katanya.

Senada dengan Taspen, Direktur Utama PT Asabri Sonny Widjaja menyebutkan bahwa penggabungan antara Asabri dengan BPJS Ketenagakerjaan tidak memungkinkan. Ia beralasan, nilai dan kriteria penjaminan yang dilayani oleh Asabri terhadap anggota TNI dan Polri berbeda dengan kriteria penjaminan yang diberikan kepada masyarakat dan pekerja pada umumnya.

Hal ini, menurutnya, akan membuat pelayanan di BPJS Ketenagakerjaan menjadi kompleks bila ada penggabungan. Ia menilai bahwa Asabri tetap lebih baik berdiri sendiri di luar BPJS Ketenagakerjaan.

"Kalau Taspen sesuai aturan tidak memungkinkan (penggabungan), maka Asabri lebih tidak memungkinkan, karena nilainya beda. Kriteria beda dan risiko penugasannya beda," ujar Sonny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement