Rabu 19 Apr 2017 20:00 WIB

Pilkada DKI Jakarta, Sentimen Ekonomi, dan Saham Sandiaga Uno

Rep: Eko Supriyadi, Iit Septyaningsih/ Red: M.Iqbal
 Pekerja melihat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Selasa (18/4).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pekerja melihat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Selasa (18/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta putaran kedua telah dituntaskan hari ini. Berdasarkan hasil hitung cepat dari berbagai lembaga, pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut tiga Anies Baswedan dan Sandiaga Uno unggul atas pasangan cagub dan cawagub nomor urut dua Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Syaiful Hidayat.

Tidak hanya terhadap perpolitikan nasional, Pilkada DKI Jakarta juga memiliki dampak terhadap perekonomian negara. Menurut ekonom Institute for Development of Economics and Finance Eko Listiyanto, apabila pilkada berjalan lancar, maka akan ada sentimen positif ke pasar modal dan pasar uang.

Hanya saja sentimen tersebut tidak akan berlangsung lama. "Paling sampai akhir minggu ini," ujar Eko kepada Republika di Jakarta. Ia menambahkan, meskipun ada, dampak pilkada ke sektor riil juga tidak akan terlalu besar.

Begitu pula pengaruhnya ke perdagangan ritel. "Kalau melihat di putaran pertama tidak besar dampaknya, maka demikian pula di putaran kedua," kata Eko.

Menurut dia, bila ada peningkatan aktivitas, itu lebih karena momentum libur panjang yang beberapa kali terjadi di bulan ini. "Jadi mendorong orang meningkatkan konsumsinya seperti rekreasi, transportasi, makanan, minuman, pakaian, dan lain-lain. Jadi bukan karena pilkada. Kebetulan saja momentum libur panjang bertepatan dengan pilkada," jelas Eko.

Senada dengan Eko, ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC) Eric Sugandi pun menilai dampak positif Pilkada DKI Jakarta putaran kedua ini tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal pertama 2017. Khususnya jika dikalkulasi lewat pengeluaran Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT).

"Dampaknya positif tapi tidak signifikan. Hal itu karena kontribusi LPNRT terhadap perekonomian nasional kecil," kata Eric saat dihubungi Republika. Ia mengatakan, dampak pilkada terhadap pasar finansial hanya akan tergambar dalam jangka pendek karena pelaku pasar akan menerima siapa pun yang terpilih.

Sebelumnya, pada penutupan perdagangan Selasa, (18/4), sehari sebelum Pilkada DKI Jakarta, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali rebound ke level 5.606, menguat 29 poin atau 0,5 persen. Sebelumnya pada Senin, (17/4), indeks sempat turun ke posisi 5.600.

Analisis NH Korindo Bima Setiaji mengatakan, kenaikan IHSG tersebut menunjukkan, siapa pun pemenang Pilkada DKI Jakarta, investor akan tetap positif. Sebab, data-data ekonomi Indonesia yang semakin baik. Surplus neraca perdagangan juga mulai stabil sejak setahun terakhir dan cadangan devisa terus bertahan di atas 100 miliar dolar AS.  

Terkait saham, analis Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada mengungkapkan, beberapa tahun terakhir muncul fenomena, setiap kali ada pemilihan umum, maka pasar terpengaruh. Walaupun sebenarnya pasar modal tidak terpengaruh dengan aktivitas politik.

Reza menjelaskan, fenomena tersebut muncul sejak pemilihan presiden 2014, saat Joko Widodo dan Prabowo Subianto menjadi calon presiden. Menurut dia, saat itu sentimen ekonomi, politik, bahkan agama dicampuraduk dalam pilpres.

"Jadi akhirnya membuat persepsi orang melihat fenomena yang ada dan mencoba menghubung-hubungkan ke pasar," kata Reza saat dihubungi, Rabu (19/4). Saat Jokowi diumumkan memenangkan pilpres, muncul istilah Jokowi Effect.

Sebab, ketika itu pasar modal dan pasar uang seketika bergerak dalam tren positif. IHSG dan Rupiah menguat. Hal itu, lanjut dia, membuat seolah-olah pasar terpengaruhi politik. "Seharusnya sih enggak, tapi balik lagi ke persepsi pasar maka akan berimbas lagi," ujar Reza.

Ia memprediksi, hasil Pilkada DKI Jakarta berpotensi menggerakkan saham-saham tertentu, terutama kedua pasangan calon yang memiliki hubungan atas emiten-emiten tertentu. Reza mencontohkan, cawagub Sandiaga Uno, dikenal sebagai pendiri dari PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG).

Sehingga diyakini oleh pelaku pasar jika Sandiaga menang maka saham SRTG dan emiten yang terafiliasi seperti PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) akan terimbas. Ia menambahkan, saham SRTG likuiditasnya kecil dan pergerakannya cenderung sideway.

Tapi karena pelaku pasar memiliki persepsi kalau Anies-Sandi menang, maka saham-saham SRTG dan grup Saratoga akan naik. "Setelah timbul persepsi, mereka beli, sehingga sahamnya naik," kata Reza.

Selain itu, saham-saham di MNC Group juga diperkirakan akan menguat jika pasangan tersebut menang. Sebab, Chairman dan CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo yang juga Ketua Umum Partai Perindo memberikan dukungan kepada paslon tersebut.

Sementara jika pasangan Ahok-Djarot menang, maka diperkirakan saham PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) akan menguat. Karena jika Ahok menang, diperkirakan proyek reklamasi di kawasan utara Jakarta akan terus berjalan.

"Bisa jadi juga saham-saham perbankan akan menguat, karena untuk proyek reklamasi butuh dana besar. Pasti dibutuhkan bank untuk pendanaan," ujar Reza.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement