REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para petani tebu yang tergabung dalam Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) khawatir kebijakan satu harga untuk tiga komoditas pangan akan merugikan mereka. Mulai 10 April lalu, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah melakukan intervensi harga untuk gula mejadi Rp 12.500 per kilogram, minyak goreng curah (Rp 11.000 per liter), dan daging beku (Rp 80.000 per kilogram).
Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen mengatakan, di satu sisi kebijakan satu harga tersebut menguntungkan konsumen karena masyarakat akan mendapatkan harga murah. Namun, penekanan harga pada pasar itu berpotensi membuat petani tebu makin tertekan. Ini karena pedagang akan berusaha membeli tebu petani dengan harga yang lebih murah agar dapat menjual gula sesuai dengan harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah.
"Pedagang pasti menekan petani supaya mau menjual tebu dengan harga murah. Tidak mungkin dia menekan biaya kuli angkut," kata Soemitro saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (11/4).
Seharusnya, kata dia, sebelum menetapkan harga, pemerintah wajib terlebih dulu bertanya berapa biaya produksi petani. Karena itu, Soemitro meminta pemerintah memberikan jaminan agar tebu petani tetap dibeli dengan harga yang pantas.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan telah menetapkan harga eceran tertinggi di gerai ritel modern untuk tiga komoditi pangan, yakni gula (Rp 12.500 per kilogram), minyak goreng (Rp 11 ribu per liter) dan daging beku (Rp 80 ribu per kilogram). Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, harga untuk tiga komoditas tersebut akan berlaku hingga September mendatang.
"Setelah itu akan kita evaluasi, ada kemungkinan harganya turun lagi," kata Enggar, usai menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman antara asosiasi pengusaha ritel Indonesia (Aprindo) dengan sejumlah distributor gula, minyak goreng dan daging di Auditorium Kemendag, Selasa (4/4).
Enggar mengatakan, berdasarkan hasil konsultasi yang dilakukan pihaknya dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), diketahui bahwa toko ritel modern memegang peran sebagai price leader alias pemimpin harga. Karenanya, jika harga di gerai ritel modern tinggi, maka harga di pasar tradisional akan mengikuti.