REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani memandang, proyeksi pertumbuhan ekonomi yang dirilis Bank Dunia sebesar 5,2 persen untuk 2017 bisa tercapai bila sejumlah parameter bisa dicapai. Menurutnya, momentum pertumbuhan bisa dikejar bila pemerintah bisa menjaga angka inflasi tetap rendah, pertumbuhan konsumsi masyarakat di atas 5 persen, investasi di atas 6 persen, dan belanja pemerintah lebih baik di tahun ini.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2016 lalu memang sedikit seret lantaran pemerintah memutuskan untuk memangkas anggaran sehingga belanja pemerintah menekan laju pertumbuhan. "Kalau itu semua terjaga, 5,2 persen adalah sesuatu yang mungkin achiveble bisa dicapai, namun pemerintah akan terus lakukan upaya dari sisi kebijakan agar momentum itu bisa terealisasi," ujar Sri di Jakarta, Rabu (22/3).
Sementara itu, Sri juga menyebut soal komitmen negara-negara anggota G20 untuk bisa mengejar pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB keseluruhan 20 negara) sebesar 2 persen pada 2018. Sri mengakui bahwa target tersebut dirasa sulit dikejar pada masa-masa saat ini di mana ekonomi dunia masih bergejolak.
Apalagi, lanjutnya, kebijakan makro dari sisi fiskal dan moneter kurang diimplementasikan oleh negara-negara anggota G20 melalui kebijakan domestik. Sri menyebutkan, mau tak mau kunci G20 untuk mengejar target pertumbuhan tersebut yakni dengan perbaikan iklim investasi, peningkatan pembangunan infrastruktur, dan perbaikan regulasi.
"Itu untuk mengejar 2 in 5 (2 persen dalam 5 tahun). Kebijakan proteksionisme tidak akan membantu karena akan makin memperkeruh. melemahkan komitmen perbaikan fundamental ekonomi," kata Sri.
Diberitakan sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan sebesar 5,2 persen. Angka tersebut lebih baik dari pertumbuhan ekonomi nasional pada 2016 yang mencapai 5,0 persen.
Berdasarkan laporan terbaru Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi itu didukung oleh harga komoditas yang lebih tinggi. Meski begitu, risiko ketidakpastian global serta dinamika fiskal tetap harus diperhatikan.
Laporan tersebut juga mengatakan, pondasi kekuatan ekonomi Tanah Air, di antaranya berkat tingkat pengangguran dan defisit neraca berjalan yang masih rendah, serta rendahnya tingkat inflasi. Dengan begitu, pertumbuhan riil pun berjalan baik, kebijakan moneter akomodatif, dan harga komoditas yang lebih tinggi membantu meningkatkan konsumsi rumah tangga serta investasi.
Bank Dunia juga memprediksi inflasi akan naik pada tahun ini dari 3,5 persen pada 2016 menjadi 4,3 persen. Hal itu disebabkan naiknya tarif listrik dan pajak kendaraan. Neraca defisit berjalan juga diperkirakan berada di titik terendah dalam lima tahun terakhir, yaitu 1,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), tidak berubah dari 2016. Penyebabnya adalah meningkatnya harga komoditas. Sementara defisit anggaran pemerintah pusat diproyeksikan naik menjadi 2,6 persen dari PDB.