Rabu 15 Mar 2017 07:35 WIB

Pemerintah Dorong Investor Kembangkan EBT di Luar Jawa

Rep: Binti Sholikah/ Red: Dwi Murdaningsih
Energi terbarukan/ilustrasi.
Foto: abc
Energi terbarukan/ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Pemerintah mendorong investor mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) di wilayah luar Jawa. Selama ini, investor dinilai kurang melirik pengembangan energi di luar Jawa.

Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Saleh Abdurrahman, mengatakan pemerintah menargetkan porsi EBT mencapai 23 persen pada 2025. Saat ini, komposisi EBT baru sekitar 5 persen dari total energi secara nasional. Pengembangan EBT difokuskan di luar Jawa.

“Sekarang salah satu harapan kami lebih banyak lagi investor yang masuk ke Indonesia timur, karena Indonesia timur lagi butuh pembangunan infrastruktur pembangkit baru,” kata Saleh seusai mengisi seminar pengembangan EBT di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS), Selasa (14/3).

Menurutnya, untuk mencapai target tersebut, kemampuan APBN dan perusahaan BUMN sangat terbatas. Sehingga dibutuhkan investor dari swasta untuk pengembangan EBT. Terlebih, pemerintah telah memberikan sejumlah insentif yang sifatnya fiskal maupun non fiskal. Insentif fiskal berupa feed in tariff, sementara insentif non fiskal melalui pembebasan bea masuk, kemudahan perizinan, dan lainnya.

Saleh menyebut, sejumlah daerah di luar Jawa telah siap untuk dibangun infrastruktur ketenagalistrikan, seperti Papua, NTT, NTB, dan Maluku. Potensi energi terbarukan yang dekat dengan pembangkit diharapkan menekan biaya produksi. Sehingga perencanaan energi ke depan diharap lebih terjamin.

“Listrik yang mereka butuhkan skalanya tidak sebesar seperti di Jawa. Kalau di Jawa 300 MW sampai 600 MW, disana mereka 50 MW sampai 100 MW bisa bangun, karena memang demand-nya belum terlalu besar. Meskipun harus ditingkatkan terus untuk menyiapkan lahirnya industri baru di Indonesia timur,” kata dia.

Sumber utama pengembangan EBT saat ini berasal dari panas bumi (geothermal) dan air (hidro). Sumber geothermal antara lain berada di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Sedangkan potensi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Kalimantan dinilai sangat besar.

Ia mengakui pengembangan EBT masih terkendala beberapa hal, seperti lahan yang dilindungi atau lahan konservasi. Pengembangan EBT dinilai mendesak untuk menjaga agar tidak tergantung pada energi fosil. “Fosil semakin lama semakin habis, dampak terhadap lingkungan besar, dan semakin mahal. Yang asli kita miliki energi terbarukan, terdapat di seluruh daerah di Indonesia. Ini yang harus dioptimalkan,” ujar Saleh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement