Selasa 14 Mar 2017 19:18 WIB

Pengusaha Perikanan Jelaskan Alasan Kontribusi Pajaknya Minim

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Ilustrasi Perikanaan
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Perikanaan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Keuangan merilis tingkat kepatuhan pajak dan kontribusi penerimaan pajak dari sektor perikanan yang belum optimal. Bahkan, kontribusi sektor ini atas penerimaan pajak hanya 0,001 persen dari seluruh angka penerimaan. Padahal, kontribusi sektor perikanan, di samping pertanian dan peternakan, nyaris 15 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Salah pemilik PT Ocean Mitramas, Aris Liman, menilai bahwa minimnya kontribusi perpajakan dari sektor perikanan memang patut disayangkan. Namun menurutnya, industri perikanan bukan tanpa alasan menyumbangkan sedikit kontribusi terhadap penerimaan pajak. Ia menjelaskan, sejak kebijakan moratorium kapal eks-asing pada November 2014 diberlakukan, kemudian dilanjutkan dengan analisis dan evaluasi (anev), praktis operasional perusahaan terhenti. Pada awal 2016 lalu, 13 kapal yang dioperasikan Ocean Mitramas juga diminta dideregistrasi.

 

"Kontribusi pajak minim kami setuju malu untuk itu. Tapi, ada yang produktif seperti kami yang tidak melanggar kok malah diberhentikan kegiatannya," ujar Aris usai menghadiri dialog antara pemerintah dan pengusaha perikanan di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Selasa (14/3).

Aris menyebutkan, pemerintah seharusnya mendukung dan mendorong operasional perusahaan yang produktif dan tidak melanggar prinsip penangkapan ikan berkelanjutan agar setoran pajak bisa meningkat. Namun ,dengan kebijakan pemerintah yang dianggap kurang memihak pengusaha, kata Aris, maka tak heran bila penerimaan pajak dari sektor ini tak bisa melesat. "Pajak tidak bisa diberikan dari kegiatan yang berhenti. Aset produksi sih masih ada," katanya.

Ia mengisahkan, melalui masa moratorium selama setahun, ditambah masa audit atau anev (analisa dan evaluasi) dihasilkan bahwa perusahaannya termasuk dalam pelaku usaha dengan tingkat kepatuhan baik. Artinya, kelompok ini masih dapat ditolerir sehingga tidak masuk dalam daftar hitam, seperti yang dinyatakn dalam surat Sekjen KPP tanggal 11 Feb 2016.

"Namun demikian solusi yang ditawarkan KKP adalah men "deregistrasi" kapal kami yang sudah  berbendera Indonesia dan mereexport kapal-kapal tersebut," katanya.

Sayangnya, solusi yang disodorkan pemerintah ternyata tidak mempan. Aris menjelaskan, re-ekspor tidak bisa dilakukan kapal milik perusahaan bukan dual flag dan kalau pun dijual ke luar negeri tidak ada yang berminat. Alasannya, kata Aris, ukuran kapal terlalu kecil sehingga kurang efisien bagi pelaku usaha di luar negeri efisien. "Pada saat yang sama kami tidak diperbolehkan beroperasi hanya karena kapal tersebut buatan luar negeri," katanya.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tetap teguh pada pendiriannya untuk melanjutkan kebijakan soal kapal eks-asing. Bahkan dengan tegas ia meminta kepada pihak-pihak yang tidak sejalan atau keberatan dengan keputusannya untuk menggugatnya melalui Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). "Kita pernah membahas ini. Kalau tidak sepakat dengan saya, silakan PTUN-kan kami," ujar Susi.

Baca juga: Kontribusi Pajak Perikanan Sangat Minim, Sri Mulyani: Itu Kebangetan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement