Selasa 14 Mar 2017 18:03 WIB

Pengusaha Perikanan tak Bayar Pajak, Sri Mulyani: Ambil Kapalnya

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
 Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan pemaparan saat menjadi pembicara utama dalam peluncuran laporan ketimpangan di Jakarta, Kamis (23/2).
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan pemaparan saat menjadi pembicara utama dalam peluncuran laporan ketimpangan di Jakarta, Kamis (23/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani kesal lantaran penerimaan perpajakan di sektor perikanan masih minim. Kontribusi sektor perikanan hanya 0,001 persen dari keseluruhan penerimaan dari seluruh sektor. Sri mengatakan, hal ini bertolak belakang dengan gambaran bahwa Indonesia merupakan negara dengan sumber daya perikanan dan kelautan yang melimpah.

Sri mengungkapkan, berdasarkan data Ditjen Pajak Kemenkeu, dari 2.217 wajib pajak sektor perikanan masih ada 1.454 wajib pajak atau pengusaha perikanan yang belum melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan. Tak hanya itu, bila dipersempit lagi untuk 200 besar pengusaha perikanan tangkap, maka baru 180 pengusaha yang lapor SPT.

Kondisi ini membuat Sri meminta Ditjen Pajak lebih tegas lagi kepada para pengusaha sektor perikanan. Setelah program amnesti pajak nanti, timnya akan mulai gencar melakukan pemeriksaan terhadap para pengusaha. Ia meminta agar tindakan tegas bisa diberikan kepada pengusaha perikanan yang masih bandel untuk membayar pajak dan melaporkan hartanya lewat SPT tahunan.  

"Bagaimana kita membiarkan ada ribuan perusahaan yang tidak menyampaikan SPT dibiarkan tetap beroperasi. Kan mestinya disegel saja. Lima tahun berturut-turut tidak menyampaikan SPT ya kan mestinya ditangkap, disegel perusahaannya, diambil kapalnya," ujar Sri dalam dialog dengan pengusaha perikanan di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Selasa (14/3).

Sri mengingatkan kepada seluruh pengusaha yang hadir bahwa pajak yang disetor nantinya juga akan digunakan untuk proyek-proyek pembangunan yang hasilnya bisa dinikmati bersama. Ia juga secara khusus mendorong para pengusaha untuk mengikuti amnesti pajak bila memang ada harta atau aset yang belum dilaporkan. Apalagi, menurut Sri, tarif yang ditawarkan sebesar 5 persen pun terbilang lebih rendah dibanding denda yang harus dibayar bila terbukti ada tunggakan pajak setelah amnesti pajak berakhir.

"Kalau anda nggak ikut tax amnesty, saya akan minta bayar 2 persen x 24 bulan. Jadi 48 persen saya akan kejar anda. Belum termasuk kurang bayarnya. Mulai 1 April, Pak Ken (Dirjen Pajak) sama tim akan cari bukti permulaan. Itu yang 10 ya," katanya.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa sebetulnya, sejak awal ada aturan tegas terkait kepatuhan pajak. Bahkan, KKP tidak akan menerbitkan Surat Izin Kapal (SIKPI) apabila kelengkapan keuangan termasuk bukti pembayaran pajak oleh badan usaha tidak dilampirkan. "Namun selama ini laporan keuangan yang ke kita dan ke pajak tak pernah di-singkronkan. Nah sekarang kan ada koordinasi. Jadi kita minta setiap perpanjangan untuk SIKPI laporan keuangan harus clearance dengan pajak," ujar Sri.

Baca juga: Kontribusi Pajak Perikanan Sangat Minim, Sri Mulyani: Itu Kebangetan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement