REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin (6/3) pagi bergerak menguat tipis sebesar lima poin menjadi Rp 13.355, dibandingkan sebelumnya di posisi Rp 13.360 per dolar AS.
Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada mengatakan bahwa mata uang rupiah menguat terhadap dolar AS, tetapi cenderung terbatas karena dibayangi oleh potensi kenaikan suku bunga bank sentral AS (Fed Fund Rate). "Di tengah situasi itu, pelaku pasar uang cenderung berhati-hati untuk masuk ke dalam aset-aset mata uang berisiko, salah satunya rupiah," kata Reza di Jakarta, Senin.
Menurut dia, salah satu sentimen positif dari domestik yang menopang rupiah yakni adanya kesepakatan kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Arab Saudi. "Diharapkan kerja sama antar megara itu dapat menjaga pertumbuhan ekonomi domestik," katanya.
Sementara itu, Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan bahwa dolar AS terlihat mendominasi di pasar global sehingga menahan penguatan rupiah lebih tinggi. "Kombinasi antara penurunan harga minyak mentah dan ekspektasi kenaikan suku bunga di AS dapat mendorong dolar AS kembali terapresiasi," kata Ariston Tjendra. Ia mengatakan bahwa pelaku pasar kini sedang mencermati komentar-komentar lebih lanjut mengenai peluang kenaikan suku bunga dari pejabat The Fed, termasuk dari Janet Yellen.