Jumat 03 Mar 2017 12:15 WIB

Kunjungan Raja Salman Beri Harapan Baru Perekonomian Indonesia

Rep: Lintar Satria Zulfikar/ Red: Indira Rezkisari
Raja Arab Saudi Salman bin Abdulazis Al-Saud bersama Presiden Joko Widodo menanam Pohon Ulin saat kunjungan kenegaraan di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (2/3)
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Raja Arab Saudi Salman bin Abdulazis Al-Saud bersama Presiden Joko Widodo menanam Pohon Ulin saat kunjungan kenegaraan di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (2/3)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Katalis Indonesia, Adi Wibowo yakin kesepakatan kerjasama ekonomi yang dilakukan dalam kunjungan Raja Salman akan memberikan harapan diversifikasi kerjasama tidak hanya pada sektor jasa. Tapi juga bisa mengeksplorasi kerjasama ekonomi yang lain.

Bagi Indonesia, kata Adi, sebenarnya Arab Saudi dapat menjadi pasar bagi produk makanan dan pakaian hasil usaha kecil dan menengah yang hari ini cukup berkembang di Indonesia. Tentunya di sektor energi dan migas juga kita berharap akan ada realisasi kerjasama yang mengangkat kedua belah pihak.

Selama ini, kerjasama Indonesia Saudi yang dominan adalah pada sektor jasa, termasuk jasa haji dan umrah yang menyumbangkan pemasukan sebesar 39 persen di tahun 2010 bagi Arab Saudi, dan naik 51 persen di tahun 2015.Indonesia mengirim 300 ribu hingga 400 ribu jemaaah haji dan umrah setiap tahun.

"Kunjungan Raja Salman menjadi catatan yang cukup memberi harapan, walaupun kita tahu bahwa hubungan Saudi dengan Indonesia punya sisi historis dan cukup baik secara sosial politik. Namun, dalam kerjasama ekonomi tentunya kita juga melihat dari konteks kondisi ekonomi global saat ini dimana di dunia juga terjadi perubahan, krisis ekonomi, ketidakpastian di Amerika Serikat dan Eropa," kata Adi, Jumat (3/3).

Selama ini, lanjut Adi, Arab Saudi sangat dekat dengan Amerika, Eropa sehingga kalau kita melihat hubungannya dengan negara-negara Asia itu masih boleh dikatakan minim. Sementara, dari sisi domestik Saudi, mereka juga perlu melakukan diversifikasi dari sumber penerimaan mereka dan juga dari kegiatan ekonominya.

"Dengan adanya perubahan domestik maupun global mendorong Arab Saudi untuk melakukan strategi political ekonomi yang mungkin akan menjadi strategi baru bagi Saudi," ujarnya.

Adi mengakui kondisi ekonomi Saudi sebenarnya saat ini dalam keadaan tidak begitu baik, defisitnya terhadap GDP Arab Saudi itu sekitar -11,7 persen di tahun 2016. Tetapi kalau dibandingkan di tahun 2010, defisitnya tidak sampai dua digit, bahkan cuma satu digit.

"Diharapkan dengan adanya kerja sama bilateral ini, kondisi perekonomian kedua negara membaik dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya," tambahnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement