REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla ingin agar PT Freeport Indonesia mengikuti aturan yang telah ditentukan setelah resmi mengubah status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari sebelumnya terdaftar sebagai pemegang Kontrak Karya (KK). Apalagi, Freeport merupakan investasi terbesar di Papua.
Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 yang mengatur izin ekspor konsentrat hanya diperuntukkan bagi perusahaan pemegang IUPK. Sesuai ketentuan dalam PP tersebut, Freeport harus mengikuti aturan skema pajak prevailing atau berubah-ubah.
"Kita (pemerintah) memberikan dana yang besar ke Papua bisa mencapai Rp 80 triliun setahun, jadi kalau dengan keadaan hari ini Freeport hanya membayar pajak Rp 5 triliun, itu jauh dari kebutuhan kita. Karena itu, Freeport harus lebih besar porsinya," ujar Jusuf Kalla di Jakarta, Jumat (17/2).
Jusuf Kalla mengatakan, kebijakan yang dibuat pemerintah tersebut merupakan upaya untuk memadukan kepentingan nasional dan keberlanjutan investasi. Kepentingan nasional yang dimaksud adalah membuka lapangan kerja, penumbuhkan ekonomi daerah dan income negara.
Di sisi lain, kebijakan tersebut juga bertujuan untuk keberlanjutan investasi yang memiliki skala ekonomi dan menguntungkan. Oleh karena itu, menurut Jusuf Kalla yang sekarang sedang dirundingkan yakni bagaimana suatu investasi tetap diuntungkan namun juga memiliki kepentingan nasional yang lebih baik
"Ya pajak memang sedang berunding saya yakin bisa diselesaikan," kata Jusuf Kalla.
Smelter yang dibangun di Gresik cukup untuk memenuhi antara 30-40 persen produksi Freeport selama ini. Melalui PP Nomor 1 Tahun 2017, pemerintah memperpanjang pelaksanaan ekspor konsentrat dengan sejumlah syarat. Di antaranya, pemegng IUPK harus membuat pernyataan kesediaan membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun. Setiap enam bulan, pembangunan smelter akan dievaluasi dan perusahaan harus memenuhi minimal 90 persen persyaratan yang ditetapkan.
"Jadi saya yakin bahwa itu akan berjalan pada ketentuan seperti itu tadi," ujar Jusuf Kalla.