Kamis 09 Feb 2017 16:02 WIB

Gudang Garam Nasional Lindungi Petani dari Tengkulak

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Joko Sadewo
Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Brahmantya Satyamurti Purwadi
Foto: halimatus sa'diyah/republika
Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Brahmantya Satyamurti Purwadi

REPUBLIKA.CO.ID, PATI -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berharap keberadaan Gudang Garam Nasional diharapkan dapat melindungi para petani garam dari harga murah yang diberikan tengkulak.

KKP beberapa waktu lalu telah meresmikan Gudang Garam Nasional di Desa Raci, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Jumat (26/1). Kepala Seksie Sarana dan Prasarana Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati, Taryadi, menjelaskan latar belakang dibangunnya Gudang Garam Nasional tersebut karena tidak menentunya harga garam di tingkat petani akibat ulah tengkulak.

Petani seringkali merugi apabila musim panen raya tiba karena garam mereka akan dihargai sangat murah. Oleh karenanya, dengan adanya gudang berkapasitas 3.500 ton tersebut, petani dapat menyimpan hasil produksi mereka yang berlebih tanpa biaya sewa dan dapat menjual garam mereka saat panen raya sudah habis. Dengan begitu, petani akan mendapatkan harga yang pantas.

Gudang Garam Nasional Pati akan dikelola oleh Koperasi Induk Mutiara Laut Mandiri. Koperasi induk tersebut akan bekerjasama dengan koperasi-koperasi kecil yang terdapat di 22 desa penghasil garam di Pati. Koperasi desa itulah yang akan mengambil garam hasil produksi petani untuk disimpan di Gudang Garam Nasional. Namun, hanya garam kualitas bagus yang dapat disimpan di gudang nasional.

"Sistemnya bisa jemput bola atau petani yang kirim langsung," ucap Taryadi.

Dinas Kelautan dan Perikanan Pati juga akan bekerjasama dengan PT.

Garam agar perusahaan milik pemerintah tersebut dapat menyerap garam rakyat. Terkait harga, Taryadi memastikan garam petani akan dihargai lebih tinggi dari harga tengkulak.

Salah satu petani garam dari Kecamatan Wedari Jaksa, Agus, mengaku selama ini tengkulak menerapkan harga yang tidak adil pada garam yang mereka produksi. Garam kualitas nomor satu dihargai sama dengan garam kualitas standar. Padahal selisih harga dua jenis garam beda kualitas tersebut umumnya mencapai dua kali lipat.

"Garam bagus itu kalau tidak panen hargnya Rp 1.000 per kilogram. Tapi kalau panen raya jadi Rp 400 per kilogram," kata Agus, yang telah menjadi petani garam selama lebih dari 25 tahun tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement