Rabu 15 Jan 2025 12:11 WIB

Perkuat Posisi di Perekonomian Global, Pengamat: Indonesia tak Perlu Gabung BRICS

Indonesia sebagai anggota G20, sudah memiliki jaringan global yang kuat.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
Pekerja staf berdiri di belakang bendera nasional Brasil, Rusia, China, Afrika Selatan, dan India untuk merapikan bendera menjelang foto bersama selama KTT BRICS di Pusat Konferensi dan Pameran Internasional Xiamen di Xiamen, Provinsi Fujian, Cina tenggara, Senin, 4 September 2017.
Foto: Hong/Pool Photo via AP
Pekerja staf berdiri di belakang bendera nasional Brasil, Rusia, China, Afrika Selatan, dan India untuk merapikan bendera menjelang foto bersama selama KTT BRICS di Pusat Konferensi dan Pameran Internasional Xiamen di Xiamen, Provinsi Fujian, Cina tenggara, Senin, 4 September 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Keanggotaan Indonesia dalam BRICS (Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan) terus menjadi sorotan, seiring dengan semakin menguatnya peran negara-negara berkembang dalam perekonomian global. Namun, di balik antusiasme tersebut, sejumlah ahli berpendapat Indonesia sebenarnya tidak membutuhkan platform baru seperti BRICS untuk memperkuat posisinya di tingkat global.

Dalam pernyataannya baru-baru ini, Direktur Eksekutif CSIS Yose Rizal Damuri menilai, Indonesia sebagai anggota G20, sudah memiliki jaringan global yang kuat. Menurutnya, Indonesia tak perlu bergabung dengan BRICS untuk memperoleh pengaruh internasional. 

Baca Juga

“Indonesia itu anggota G20, kok kita nggak terlalu memerlukan satu platform baru untuk mempunyai penampilan ataupun mempunyai corong di tingkatan global. Kita sudah menjadi negara G20, berbeda dengan negara seperti Malaysia, Vietnam, atau Thailand yang memang mereka tidak mempunyai corong, tidak mempunyai channel untuk di tingkatan global," ujarnya dalam diskusi beberapa waktu lalu. 

"Seharusnya untuk Indonesia, kita cukup stick saja kepada G20 ini, bahkan kalau perlu kita membawa ASEAN untuk menjadi salah satu anggota G20 seperti African Union misalnya Uni Afrika, dan itu yang kita harus coba kembangkan, bukan menjadi bagian dari satu kelompok yang mungkin sampai sekarang belum ketahuan juga ya tujuannya seperti apa,” tambahnya.

Hal senada disampaikan Peneliti CSIS Muhammad Habib. Menurutnya, seringkali keuntungan ekonomi yang dipromosikan terkait dengan keanggotaan BRICS, seperti memperluas pasar, belum memberikan nilai tambah yang signifikan.

"Keuntungan ekonomi yang akan didapat dari keanggotaan kita di BRICS adalah memperluas pasar, tetapi kita ketahui bersama ada negara-negara anggota BRICS yang saat ini sedang dikenakan sanksi finansial internasional, termasuk di antaranya adalah Rusia dan Iran," ujar dia.

Kemudian, ada juga negara anggota BRICS yang  sudah memiliki banyak sekali kesepakatan perdagangan. Sehingga, perlu nilai tambah lebih lanjut apabila Indonesia ingin berharap perluasan pasar. 

"Indonesia dengan China sudah memiliki kesepakatan perdagangan di bawah ASEAN-China, kemudian juga di bawah kerangka RCEP. Sering kali disampaikan juga adalah akses terhadap pembiayaan pembangunan melalui New Development Bank, tetapi kita harus tahu New Development Bank hingga saat ini belum melakukan amandemen terhadap berbagai macam perangkatnya dan juga regulasinya,” jelas Habib. 

Andrew Mantong Peneliti CSIS lainnya mengungkapkan, Indonesia dapat memperoleh lebih banyak investasi dan bekerja sama dengan negara-negara BRICS tanpa harus menjadi bagian dari kelompok tersebut. “Yang jadi pertanyaan bagi Indonesia, kita itu bisa mendapat investasi yang lebih banyak dari China tanpa harus masuk BRICS. Kita bisa bekerja sama dengan lebih erat dengan India tanpa melalui BRICS," tuturnya.

"Kita bisa mendapat misalnya kesesuaian atau cross-learning experience mengenai transisi energi dengan Brasil yang memang sudah cukup baik di dalam penggunaan bauran energi alternatifnya di dalam negerinya tanpa melalui BRICS," tambahnya.

Ia menilai bila harus melalui BRICS, maka tak akan jauh berbeda bila melakukannya secara bilateral. "Apa kemudian ongkosnya yang memang harus ditanggung? Di titik inilah kemudian perdebatannya menjadi perdebatan geopolitik,” katanya.

Sementara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, Indonesia telah menjalin hubungan baik dengan negara-negara BRICS secara bilateral, seperti dengan India yang menjadi bagian dari Indo-Pacific Economic Framework (IPEF), dan dengan China dalam kerangka RCEP bersama ASEAN. "Jadi ini hanya kolaborasi lain yang kita bangun dengan negara-negara Global South," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement