REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai perlu mendorong adanya diversifikasi negara tujuan ekspor. Hal itu untuk mengantisipasi kebijakan proteksionisme Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Ekonom Chatib Basri mengatakan, harga komoditas seperti minyak mentah dan minyak sawit yang membaik dapat menjadi kesempatan Indonesia dalam meningkatkan ekspor. Hanya saja efek Trump perlu diwaspadai.
"Sekarang tanpa Trump ekspor akan naik, sehingga sektor itu (komoditas) akan bantu kita," jelas Chatib, saat ditemui di Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Selasa, (7/2).
Dengan situasi demikian, maka pasar Asia Tenggara (ASEAN) menurutnya menjadi pasar yang perlu diperhatikan untuk ekspansi ekspor. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara saat ini masih tinggi.
"Jadi kalau mau pasar ekspor, arahnya harus ASEAN. Keuntungan kita sekarang adalah, ASEAN itu tarifnya zero sekarang. Jadi dia bisa di treat sebagai pasar domestik," tutur mantan Menteri Keuangan ini.
Apalagi, ia menuturkan, biaya logistik ke Thailand, biaya kapalnya lebih murah daripada ke Sulawesi. Meski tak merinci pertumbuhan ekspor yang bisa didapat dari perluasan ekspor ke ASEAN, namun Chatib yakin ekspor Indonesia bisa positif sehingga berkontribusi signifikan pada pertumbuhan ekonomi nasional.
"Kalau ekspor kita naik dari komoditas, konsumsi swasta naik, revenue pajak bisa lebih. Sehingga ruang buat fiskal bisa lebih baik tahun ini," katanya menambahkan.