Selasa 03 Jan 2017 15:24 WIB

Rokok Masih Jadi Pemicu Kemiskinan di Lampung

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Dwi Murdaningsih
Rokok
Foto: Darron Cummings/AP Photo
Rokok

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Rokok masih menjadi pemicu tingkat kemiskinan yang terjadi di Lampung pada Maret-September 2016. Konsumsi rokok masyarakat baik di perdesaan dan perkotaan menyumbang kemiskinan kedua setelah beras.

Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung dalam berita resmi statistik, Selasa (3/1) menyebutkan komoditas makanan yang memicu atau memengaruhi tingkat kemiskinan warga yakni beras sebesar 24,01 persen di perkotaan dan 33,36persen di perdesaan. Sedangkan rokok kretek/filter berkontribusi 16,27 persen di perdesaan dan 10,72 persen di perkotaan.

“Beras dan rokok masih memengaruhi tingkat kemiskinan di Lampung,” kata Kepala BPS Lampung Yeanne Irmaningrum di Bandar Lampung, Selasa (3/1).

Menurut dia, jumlah kemiskinan atau masyarakat yang berada di garis kemiskinan di Lampung sangat berpengaruh dengan konsumsi beras, rokok, dan komoditas lainnya. Selain beras dan rokok, komoditas nonmakanan seperti perumahan dan premium juga memengaruhi kemiskinan di desa dan kota.

Data BPS menyebutkan, komoditas non-makanan yang memicu kemiskinan yakni perumahan 34,13 persen di perkotaan dan 30,02 persen di perdesaan. Sedangkan konsumsi premium atau bensin sebesar 12,67 persen dan listrik 8,93 persen.

Menurut BPS, Provinsi Lampung masuk dalam 10 besar tingkat kemiskinan terbesar di Indonesia. Sedangkan provinsi tetangga Sumatra Selatan berada  lebih baik di atas Lampung tingkat kemiskinan terbanyak.

Meski masuk 10 besar, tingkat kemiskinan di Lampung mengalami penurunan. Survey sosial ekonomi nasional pada September 2016 mencapai 13,86 persen dibandingkan kondisi pada Maret 2016. Penurunannya sebesar 0,43 poin dari 14,29 persen.

Konsentrasi kemiskinan terjadi diperdesaan sebear 15,24 persen sedangkan diperkotaan sebesar 10,15 persen. Pada periode Maret – September 2016, tingkat kemiskinan di kota dan desa di Lampung mengalami penurunan. Penduduk miskin di kota berkurang 5,95 ribu jiwa (3,55 persen) dan di desa berkurang 23,87 ribu jiwa (2,88 persen). Sedangkan tingkat disparitas kemiskinan kota dan desa pada periode tersebut menurun masing-masing 0,38 poin dan 0,45 poin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement