Selasa 27 Dec 2016 17:59 WIB

Tolak Joint Ventura, SP-PBB: Jangan Gadaikan Kilang Kami

Pekerja Serikat Pertamina
Foto: dok.Istimewa
Pekerja Serikat Pertamina

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Serikat Pekerja Pertamina Bersatu Balongan (SP-PBB) mengelar aksi damai di halaman kantor kilang RU VI Balongan, Kabupaten Indramayu. Mereka mengaku kecewa dan menolak penandatanganan joint venture development agreement (JV-DA) proyek refinery development master plan (RDMP) Cilacap antara PT Pertamina (Persero) dengan Saudi Aramco.

Pernyataan sikap keprihatinan dan kekecewaan SP-PBB itu ditujukan terhadap penandatanganan JV-DA proyek RDMP Cilacap dengan Saudi Aramco oleh Dirut PT Pertamina dan CEO Saudi Aramco pada Kamis (22/12) 2016. "Bentuk kerja sama tersebut jelas dan nyata-nyata bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33, karena terlihat jelas dimulainya proses unbundling yang tidak  dengan rencana arah pengembangan bisnis migas," tulis pernyataan yang ditandatangani Ketua Umum Tri Wahyudi dan Sekjend Wawan Darmawan dan diterima Republika.co.id, Selasa (27/12).

Sebagai perusahaan migas nasional, kata Tri, Pertamina merupakan satu-satunya perusahaan yang mengedepankan prinsip nasionalisme dalam ketahanan energi nasional. Karena itu, SP-PBB sangat mendukung adanya program pengembangan Kilang melalui proyek RDMP sebagai tuntutan pemenuhan kebutuhan BBM dalam negeri dari ketergantungan impor, apabila dilakukan dengan menggunakan sumber dana dalam negeri (mandiri).

Mernurutnya, proyek RDMP RU IV Cilacap yang menggunakan mekanisme joint venture (JV) dengan share kepemilikan 55 persen Pertamina dan 45 persen Aramco, telah menciderai dan bertolak belakang dengan semangat nasionalisme yang diperjuangkan para founding fathers Pertamina dengan perusahaan minyak asing yang beroperasi di Indonesia menjadi satu kesatuan dalam perusahaan Migas nasional.

"Atas kondisi kerja sama pengembangan proyek RDMP melalui mekanisme JV tersebut kami Serikat Pekerja Pertamina Bersatu Balongan (SP-PBB) sebagai pekerja pengolahan /kilang menyatakan prihati, marah dan menolak," tegasnya.

Sikap SP-PBB tersebut di atas didasari dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut:

1. Aset Kilang RU IV adalah 100 % milik negara akan tergadaikan dan terancam terlikuidasi jika dilakukan dengan mekanisme JV.

2. Hilangnya entitas Pertamina sebagai kilang milik negara berganti menjadi Pertamina-

3. Hilangnya kemandirian Pertamina sebagai BUMN terkait pengelolaan ketersediaan  untuk masyarakat sebagai penugasan dari Negara.

4. Adanya kepentingan asing dalam pengelolaan perusahaan milik negara yang mempunyai peran strategis terhadap kemandirian serta pemenuhan kebutuhan BBM di Indonesia

5. Tidak ada upaya maksimal dari direksi untuk mendapatkan sumber dana (dalam negeri) untuk proyek RDMP sehingga kepemilikan tetap 100 persen milik Pertamina.

"Selanjutnya kami SP-PBB meyampaikan tuntutan kepada Pemerintah Republik Indonesia agar membatalkan kesepakatan kerjasama proyek RDMP melalui mekanisme JV dan menerbitkan Peraturan Presiden yang menugaskan pembangunan kilang baru sepenuhnya dilakukan oleh Pertamina sebagai penugasan Negara. Dengan konsep penugasan Negara ini, maka diyakini bahwa Pertamina akan dengan mudah mendapatkan dukungan permodalan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement