Jumat 23 May 2025 16:00 WIB

Dirut: Bisnis Pertamina Tertekan Oleh Tiga Faktor Ini

Dirut Pertamina sebut tekanan global reduksi profit perusahaan

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPRI RI, di Kompleks Senayan, Kamis (22/5/2025).
Foto: pertamina
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPRI RI, di Kompleks Senayan, Kamis (22/5/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) menghadapi tiga tekanan utama dalam bisnisnya, dari sepanjang 2024 hingga saat ini. Dinamika global menjadi latar belakang hal itu.

Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri menyampaikan informasi tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/5/2025). Menurutnya, berbagai tekanan di lapangan menekan margin dan profitabilitas perusahaan.

Simon merincikan, pertama penurunan harga minyak mentah global sekitar 15-20 persen. Pada 2024 berada di kisaran 78 dolar Amerika Serikat (AS) per barel. Kini pada Mei 2025, menyentuh angka 65 dolar AS per barel.

Dirut Pertamina mengatakan penyebab kondisi di atas, lantaran adanya oversupply kapasitas karena banyak kilang-kilang baru. "Yang juga membuat selisih harga minyak mentah dan produk kilang yang disebut crack spread menipis ke angka 10 dolar AS per barrel di bawah break even (titik impas) kilang kita,sekitar 15 dolar AS per barel," kata Simon, dikutip Jumat (23/05/2025).

Pada saat yang sama, lanjut dia, terjadi pelemahan nilai tukar rupiah. Ini merupakan tekanan kedua terhadap bisnis Pertamina. Nilai tukar bahkan menyentuh Rp 16.500/dolar AS. Keadaan demikian turut memengaruhi pembayaran dalam transaksi global.

Simon menegaskan apa yang terjadi, pihaknya fokus pada peningkatan produksi domestik. Baik untuk produksi hulu maupun peningkatan serapan minyak dalam negeri, juga menjaga keandalan operasional seluruh lini bisnis.

Tekanan ketiga, berasal dari situasi geopolitik. Seperti diketahui di berbagai belahan dunia, sedang terjadi perang. Hal itu bisa memengarui pasokan dan jalur distribusi.

"Langkah diversifikasi sumber dan jalur impor juga terus kami lakukan untuk mitigasi resiko geopolitik di jalur distribusi, dan saat ini kami terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk mendapat dukungan kebijakan dan skema G2G dalam menjaga stabilitas supply," tutur Simon.

Ia mengatakan melalui berbagai upaya tersebut, Pertamina mampu mempertahankan kinerja solid. Pada saat yang sama, menurutnya Perusahaan yang ia pimpin tetap memberikan kontribusi maksimal bagi negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement