REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Subsidi harga pupuk yang dilakukan pemerintah, saat ini, secara bertahap harus mulai dikurangi. Dana subsidi itu sebaiknya dialihkan untuk meningkatkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah.
"Alasannya, ada atau tidaknya subsidi pupuk, produksi padi tidak mengalami peningkatan," kata Guru Besar Tetap Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Sri Hartoyo mengatakan, belum lama ini.
Setelah tahun 1985, kata dia, subsidi harga pupuk menyebabkan dosis pupuk yang digunakan petani menjadi berlebih dan produktivitas padi tidak responsif lagi terhadap perubahan dosis pupuk. Sementara itu, kebijakan subsidi harga pupuk memerlukan anggaran pemerintah yang cukup besar dan selalu meningkat setiap tahunnya.
“Subsidi pupuk dicabut tahun 1999, tapi pupuk yang digunakan petani masih tinggi. Subsidi pupuk tidak mempengaruhi peningkatan produksi padi," katanya. Peningkatan produksi padi dan pendapatan petani padi dapat dilakukan dengan mengalihkan sebagian anggaran subsidi pupuk untuk meningkatkan kualitas irigasi, kualitas jalan, atau anggaran riset. Terutama riset untuk menemukan varietas baru yang mempunyai produktivitas tinggi, tahan hama penyakit dan sesuai dengan kondisi lingkungan Indonesia.
Dia mengatakan, riset pada 1994 menunjukkan kenaikan harga pupuk urea dan TSP masing-masing sebesar 10 persen menyebabkan permintaan pupuk masing-masing turun sebesar 2,46 persen dan 4,57 persen. Tetapi kondisi ini malah menyebabkan produksi padi turun 0,17 persen dan pendapatan petani turun 0,93 persen.
“Beda hasilnya jika harga gabah dinaikkan sebesar 10 persen. Produksi padi meningkat sebesar 2,66 persen,” ujar Guru Besar Tetap Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB ini.
Simulasi kenaikan harga pupuk dikombinasikan dengan kenaikan harga gabah, kenaikan panjang jalan dan kenaikan anggaran riset masing-masing 10 persen mampu meningkatkan produksi padi sebesar 7,13 persen. Santi Sopia