REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meskipun target suku bunga acuan bank sentral AS, Fed Fund Rate (FFR), dipastikan naik 0,25 persen pada dini hari nanti, namun ketidakpastian masih tinggi menunggu tendensi pernyataan Gubernur The Fed, Janet Yellen. Hal ini berimbas pada imbal hasil di pasar obligasi yang mengalami kenaikan.
Analis Riset Samuel Sekuritas, Rangga Cipta mengatakan, imbal hasil US Treasury 10 tahun semakin mendekati 2,5 persen hingga dini hari tadi merespons inflasi barang impor AS yang naik signifikan ke kisaran -0,1 persen years on year.
"Imbal hasil di negara berkembang masih naik hingga Selasa sore bersama dengan imbal hasil SUN. Selain faktor global, imbal hasil SUN yang telah mengoreksi kenaikan tajamnya masih diliputi faktor negatif domestik," ujar Rangga, Rabu (14/12).
Rangga menuturkan, selain kekhawatiran pelebaran defisit APBN 2016, usulan Pertamina untuk menaikkan harga Solar di awal 2017 bisa memberikan dorongan inflasi yang berlebih mengingat di saat yang sama tarif listrik juga akan dinaikkan.
"Jika direalisasikan, inflasi yang tinggi tidak hanya akan menutup peluang turun suku bunga acuan tetapi bisa meminta ruang kenaikan yang lebih cepat dari perkiraan kami, sebelum akhir 2017," tutur Rangga.
Dari sisi global, jika the Fed tidak terlalu agresif menaikkan target FFR di 2017, maka dibarengi dengan pasokan likuiditas dari bank sentral negara maju lainnya, imbal hasil SUN bisa terhindar dari kenaikan tajam.